Sukses

Pengamat: Caleg Ogah Dukung Prabowo karena Internal Partai Belum Beres

Bukan hanya PAN saja, Partai Demokrat juga mengalami dinamika yang sama.

Liputan6.com, Jakarta - Pendiri dan CEO Alvara Research Center Hasanuddin Ali mengatakan, sikap Partai Amanat Nasional (PAN) terhadap calon legislatifnya yang mengatakan tak mau mendukung Prabowo-Sandiaga, sebagai dinamika internal partai yang dianggapnya belum selesai.

"Ini sebenarnya dinamika di masing-masing internal partai yang belum beres sebenarnya. Jadi memang kita melihat setiap daerah punya keunikan masing-masing. Tidak bisa secara nasional dikontrol. Mereka dihadapkan pada kondisi di mana mereka harus menang," ucap Ali di Jakarta, Sabtu (20/10/2018).

Dia menegaskan, wajar saja yang dilakukan caleg PAN. Pasalnya, mereka ingin mendapatkan coattail effect untuk mendulang suara di Pileg 2019.

"Dalam rangka ingin mendapatkan coattail effect. Meskipun itu tidak ada jaminan 100 persen, paling tidak relatif lebih aman untuk mendapatkan suara. Dibanding ngotot pada kandidat tertentu, sementara yang laku di dapil dia lawannya Pak Prabowo," jelas Ali.

Dia menegaskan, situasi seperti ini tergantung bagaimana internal parpol masing-masing. Bahkan, lanjutnya, bukan hanya PAN saja, tetapi Partai Demokrat juga seperti itu.

"Barangkali nanti di partai pendukung Pak Jokowi, di daerah Pak Jokowi yang suaranya tak kuat, mereka melakukan hal yang sama. Tak peduli capresnya siapa, yang penting saya jadi. Itu adalah perlawanan paling ringan," jelas Ali.

Dia menuturkan, faktor lainnya merapat ke Jokowi atau tak mendukung Prabowo, karena suara hasil survei capres-cawapres tinggi.

"Ya ini karena faktor dari berbagai survei Pak Jokowi masih unggul. Problem itu tidak terjadi di kubu Pak Jokowi. Kalau misalnya ada sesuatu yang luar biasa, kemudian Pak Prabowo unggul di 3-6 bulan ke depan, itu bisa terjadi juga," ungkap Ali.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

Saling Mengisi Pileg dan Pilpres

Namun, dia menegaskan, tak semua partai sebenarnya bisa mendapatkan coattail effect.

"Jadi kalau di kubunya Pak Prabowo yang menimkati hanya Gerindra, misalkan. Di kubunya Pak Jokowi, paling yang menikmati PDIP dan NasDem. Karena partai lain tidak terlalu punya efek yang luar biasa sebenarnya. Nah yang diuntungkan hanya soal nomor urut, yang paling awal. PKB dapat keuntungan sama-sama nomor satu, Gerindra apa lagi," jelas Ali.

Salah satu yang dilakukan oleh partai-partai lain adalah berjuang dengan caranya sendiri, dan tidak harus melekatkan diri pada capres tertentu. Meskipun demikian, Ali menerangkan, Pemilu 2019 jelas kerja para caleg dan capres bisa saling mengisi.

"Dari sisi peserta pemilu lebih ringan, bisa simultan. Pileg dan Pilpres berjalan bersamaan. Artinya saling menumpangi, beda dengan 2014 yang jalan sendiri-sendiri," pungkas Ali.

Â