Sukses

Yusril Jadi Pengacara Jokowi-Ma'ruf, Beri Pengaruh Elektoral?

Sebelumnya, Yusril Ihza Mahendra menerima tawaran sebagai kuasa hukum pasangan calon nomor urut 01.

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf, Abdul Kadir Karding meyakini keberadaan Yusril Ihza Mahendra sebagai penasihat hukum pasangan peserta Pilpres 2019, Joko Widodo dan Ma'ruf Amin memiliki dampak elektoral. Itu terkait posisinya sebagai Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB).

Namun, Karding menilai, bekas anggota Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) tak bakal berlabuh ke Jokowi karena perbedaan ideologi dan gerakan. Apalagi hubungan Yusril dengan kelompok HTI adalah untuk pembelaan hukum dengan kapasitas profesional. Yusril merupakan pengacara HTI.

"Menurut saya teman-teman HTI dari pengalaman selama ini dan ideologi yang dibangun, isu yang dibangun, dan gerakan yang dibangun sangat kecil dan dapat dipastikan tidak akan memberikan dukungan kepada Pak Jokowi apalagi misalnya karena faktor kehadiran Pak Yusril," kata Karding lewat pesan singkat, Jakarta, Selasa (6/11/2018).

Namun, suara PBB sebagian besar diyakini bakal merapat ke Jokowi. Meski hubungan Yusril dengan Jokowi adalah sebagai pengacara profesional, menurut Karding tak bisa dipisahkan dalam konteks politik.

"Berbeda hal dengan PBB, karena Pak Yusril adalah ketua umum beliau adalah pemimpin di PBB saya menduga akan ada pengaruhnya dan saya meyakini bahwa dukungan teman-teman PBB bisa jadi sebagian besar akan ke Pak Jokowi karena tentu itu dalam kapasitas profesional maka politiknya tidak dapat dipisahkan dari kegiatan ini," ujar Karding.

Sebelumnya, Yusril Ihza Mahendra menerima tawaran sebagai kuasa hukum pasangan calon nomor urut 01. Posisi dia tak terkait dengan Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf. Mantan Menteri Kehakiman itu mengaku bekerja secara profesional tanpa terlibat politik.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Tak Ingin Gabung ke Prabowo-Sandi

Advokat sekaligus Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra membenarkan adanya ajakan capres-cawapres Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno untuk bergabung dalam tim pemenangan Pilpres 2019. Ajakan itu, kata dia, terjadi sekitar tiga bulan lalu dan langsung disampaikan Sandiaga serta Waketum Partai Gerindra Ferry Juliantono.

"Ya kira-kira sudah tiga bulan yang lalu. Tidak lama pencalonan presiden kan bulan Agustus ya, ya kira-kira di bulan Agustus-September," kata Yusril saat dihubungi Merdeka.com, Selasa (6/11/2018).

Yusril juga mengungkap alasannya enggan bergabung dengan tim Prabowo-Sandi. Salah satunya, karena dia menilai ada kesan Prabowo-Sandi hanya ingin menguntungkan timnya sendiri, dan bukan menganut sistem take and gift atau timbal balik dalam koalisi.

"Saya katakan, kami kan PBB dulu sudah pernah bantu Pak Prabowo ya kita sudah bantu Pak Sandi maju gubernur DKI. Wagub DKI. Kami punya kepentingan juga nih kita berhasil lolos empat persen ke dalam DPR," ungkapnya.

"Jadi kalau kami membantu Pak Prabowo-Pak Sandi, apa yang sebaliknya bisa dibantu oleh Pak Prabowo dan Pak Sandi kepada kami. Tapi tidak ada jawaban," sambungnya.

Selama ini, lanjutnya, tim Prabowo-Sandi tidak pernah merespons keinginannya. Bahkan setelah adanya draf aliansi yang dikeluarkan saat petinggi PBB bertemu Rizieq Shihab di Arab Saudi.

"Pak Ka'ban dan Pak Afriyansah Noor untuk bertemu Habib Rizieq ya dan membahas hal yang sama dan setelah itu mereka menyusun draf aliansi partai-partai dan itu diajukan ke Pak Prabowo, tapi sampai hari ini juga enggak ada respons," ungkapnya.

Â