Liputan6.com, Jakarta - Calon Presiden nomor urut 01, Jokowi meminta pihak-pihak tertentu tidak menggoreng isu harga komoditas pangan jika tidak mengetahui betul kondisi pasar di Tanah Air. Jokowi pun menyebut pihak-pihak itu sebagai orang superkaya yang ke pasar tak belanja tapi bilang harga mahal.
Calon Wakil Presiden nomor urut 02, Sandiaga Uno mengaku berprasangka baik atas pernyataan Jokowi itu. Ia yakin yang dimaksud Jokowi bukan dirinya.
"Mungkin yang dimaksud bukan saya. Tapi kalau memang ditujukan kepada saya, yang bilang harga-harga di pasar naik dan tidak stabil, bukan saya, tapi pedagang dan pembeli sendiri," papar Sandiaga Uno saat mengunjungi Pasar Baru Lumajang, Minggu (25/11/2018).
Advertisement
Sandiaga mencontohkan Ibu Lulu dan Lina di Lumajang yang mengeluh padanya karena harga naik.
"Seperti hari ini di pasar Lumajang. Ibu Lulu dan Ibu Lina, harga sayur mayur memang naik turun. Kacang panjang yang kemarin Rp 3.000 sekarang Rp 4.000, begitu juga dengan Pak Aris, pedagang tempe yang dibungkus plepah pisang, hari ini naik Rp 1.000," ujar Sandiaga.
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Tak Belanja Karena Pencitraan
Dia menyatakan, sudah tiga tahun menjadi Ketua Umum Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia ( APPSI). Menurutnya, sudah menjadi tugasnya lah sebagai mitra pemerintah memantau harga-harga di pasar.
"Tahun 2012, APPSI mendukung Pak Jokowi saat kampanye pilgub DKI. Bahkan sempat dikriminalisasi dan dipanggil bawaslu karena kegiatan mendukung pencalonan Pak jokowi kala itu. APPSI mendukung Pak Jokowi di tahun 2012, karena program Pak Jokowi yang serius memajukan dan menyejahterakan pedagang pasar dan menjaga stabilitas harga kebutuhan pokok yang stabil dan terjangkau," terang Sandi.
Selain itu, Sandiaga menyebut meski dirinya keluar-masuk pasar, hal itu bukan untuk pencitraan melainkan mendengar aspirasi.
"Belanja ke pasar itu tugas orang rumah saya. Kalau saya belanja di pasar itu namanya pencitraan," kata Sandi.
Advertisement
Pernyataan Jokowi
Jokowi membantah isu mahalnya harga komoditas pangan di pasar. Ini dikatakan Jokowi dalam Rapat Kerja Tim Kampanye Daerah (TKD) Koalisi Indonesia Kerja (KIK) Provinsi Lampung di Graha Wangsa Golden Dragon, Bandar Lampung, Sabtu (24/11/2018).
Jokowi menegaskan harga komoditas pangan di Tanah Air dalam keadaan stabil, kendati ada beberapa yang mengalami kenaikan tapi tidak signifikan.
Jokowi lalu mencontohkan murahnya harga komoditas di Pasar Gintung di Jalan Pisang, Tanjung Karang Pusat, Bandar Lampung. Jokowi menyebut, harga tempe di pasar tersebut hanya Rp 3.500.
"Itu dimakan 3 hari saja nggak habis karena kalau dipotong-potong bisa jadi 15. Hanya Rp 3.500, kalau di Bogor Rp 4.000," jelas Jokowi.
Selain tempe, harga bayam dan kangkung lebih murah dibanding di pasar Bogor. Di Bogor harga kangkung dan bayam Rp 2.000 per ikat, sedangkan di Lampung hanya Rp 1.500.
"Coba kalau Rp 100.000 dibelikan sayur semuanya, nggak akan habis. Murah sekali. Jangan dibalik-balik," kata Jokowi.
Jokowi lantas meminta pihak-pihak tertentu tidak 'menggoreng' isu harga komoditas pangan. Apalagi, jika pihak yang menggoreng tersebut tidak mengetahui betul kondisi pasar di Tanah Air.
"Harga ini jangan ada yang menggoreng, masuk ke pasar, nggak beli apa-apa, pas keluar ngomong 'harga mahal, harga mahal, harga mahal'," ucapnya.
"Orang nggak pernah ke pasar, nongol-nongol ke pasar, keluarnya ngomong mahal. Nggak pernah ke pasar. Nggak mungkin orang super kaya datang tahu-tahu datang ke pasar, nggak mungkin lah. Datang ke pasar, nggak beli apa-apa, pas keluar bilang 'mahal, mahal, mahal' Haduuh," sambungnya.
Jokowi mengingatkan, menggoreng isu mahalnya harga komoditas pangan justru menakuti masyarakat. Terutama pedagang dan ibu-ibu yang sering ke pasar. Jika ibu-ibu terus ditakuti dengan melonjaknya harga komoditas maka mereka tidak mau lagi berkunjung ke pasar.
"Kalau dibilang mahal, ibu-ibu nggak mau datang ke pasar. Datangnya ke supermarket. Harusnya kita ngomong pasar tradisional itu murah, murah, murah untuk promosi pedagang kecil. Bukannya ngomong mahal, mahal, mahal," pungkas Jokowi.