Sukses

Cak Imin Sindir Politikus yang Mendadak Gus dan Santri Jelang Pemilu

Cak Imin menyinggung cawapres nomor urut 02 Sandiaga Uno yang tiba-tiba menjadi santri.

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar menyindir para politikus yang menjadikan agama sebagai komoditas politik menjelang Pemilu 2019. Hal itu ditandai bermunculannya politikus yang mendadak menjadi santri atau dipanggil dengan sebutan Gus.

Cak Imin, panggilan akrabnya, antara lain menyinggung Ketua Umum Partai Berkarya yang juga putra mantan Presiden Soeharto, Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto yang mendapat panggilan Gus. Panggilan itu dianugerahi Sekretaris Dewan Pembina Partai Berkarya KH Hasib Wahab Hazbullah. Gus sendiri sebutan untuk putra ulama pemilik pesantren.

Dia juga menyinggung cawapres nomor urut 02 Sandiaga Uno yang tiba-tiba menjadi santri. Adalah Presiden PKS Sohibul Iman yang menyebut eks Wagub DKI Jakarta itu sebagai santri post-islamisme.

"Ada juga Gus baru, Gus Tommy Soeharto, sekarang semuanya. Ada lagi cawapres Sandiaga Uno menyebut diri santri post-modern, santri kok melangkahi kuburan, itu nggak modern blas," sindir Cak Imin di kantor DPP PKB, Jakarta Pusat, Kamis (29/11/2018).

Dia memandang banyaknya bermunculan fenomena demikian karena simbol agama dekat dengan psikologis masyarakat. Masyarakat pun mudah mencerna simbol tersebut karena lekat dengan praktik beragama sehari-hari.

"Maka orang berbondong-bondong menjadi Gus, Gus Sugi tidak tahu siapa, kemudian ada Gus Milenial, tiba-tiba ada kiai baru tanpa ilmu agama yang dalam," kata Cak Imin.

Ketika agama menjadi komoditas politik ini, Cak Imin meminta masyarakat harus bisa mencermati kedalaman ilmu agama tokoh yang mendadak islami.

"Oleh karena itu harus diantisipasi bahwa kita harus mengikuti kiai ulama yang benar-benar ilmu agamanya dalam," tegas Cak Imin.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

2 dari 2 halaman

Hanya Cari Popularitas

Pada kesempatan yang sama, Cak Imin juga menilai Habib Bahar bin Smith yang diduga menghina Presiden Joko Widodo atau Jokowi cuma ingin cari popularitas. Menurutnya model penceramah demikian tidak layak untuk diikuti.

"Kayak model-model gitu tuh ingin populer. Kedua, memang pengalaman emosinya belum stabil sehingga tidak layak diikuti, masyarakat atau publik harus pintar memilih habib ulama yang benar ilmunya," kata Cak Imin.

PKB, diakunya telah mengambil langkah untuk mengantisipasi penceramah yang kerap menebar kebencian. Dengan cara melakukan diskusi dengan ulama sampai tingkat kecamatan.

"PKB menginventarisir, mengorganisir melakukan pertemuan-pertemuan, halaqah, agar kita semua tidak terjebak dalam permusuhan. Halaqah itu diskusi antarulama sampai tingkat kecamatan," kata Cak Imin.

Dia pun berharap ceramah yang bermuatan permusuhan mulai dihentikan. Cak Imin meminta dakwah agama diisi dengan ceramah yang bikin adem.

"Tolong supaya dihentikan, mari kita berdakwah agama yang merangkul bukan memukul. Yang mengajak bukan menginjak, yang mencintai sesama," ucapnya.

 

Reporter: Ahda Bayhaqi