Â
Liputan6.com, Jakarta - Akademisi politik dari Universitas Airlangga, Rendy Pahrun Wadipalapa menilai, kisruh mencuatnya citra Soeharto dianggap tidak kreatif jika hanya demi meraih popularitas.Â
Walaupun, Presiden ke-2 RI Soeharto saat ini masih cukup laku dijual dengan target masyarakat yang merasakan di era pria dengan julukan the smiling general itu, dengan segala bahan pokok cenderung murah, tanpa ada pergolakan berarti.
Advertisement
"Soeharto sebagai "komoditas politik" masih relevan dan diperebutkan. Masih banyak kelompok yang hendak meminjam image Soeharto untuk membangkitkan kenangan masa lampau; stabilitas, harga murah," ujar Rendy kepada merdeka.com, Minggu (2/12/2018).
Namun, citra yang hendak dibangun mengundang reaksi risih dari pihak atau kelompok yang kurang berkenan. Seperti yang diperlihatkan Basarah ataupun Raja Juli.
"Bukan soal siapa yang diuntungkan atau dirugikan dari mencuatnya citra Soeharto di masa Pilpres sekarang. Namun, menjual citra masa lalu dan ditarik di masa sekarang justru tidak menunjukan mutu baik dalam berkampanye," imbuh Rendy.
Di masa kampanye saat ini, menurut akademisi politik dari Universitas Airlangga ini seharusnya pasangan capres-cawapres berikut dengan tim kampanyenya menunjukan mutu dan kualitas kampanye masing-masing. Tidak menarik isu lama, dan masih menjadi perdebatan.
"Bukan soal dirugikan atau tidak. Ini soal kreativitas konten dan mutu kampanye. Menarik kembali image masa lalu tentu tidak kreatif," kata dia.
Pelibatan Soeharto
Â
Sebelumnya, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto meminta seluruh partai politik tidak lagi menyeret nama Presiden ke-2 Indonesia Soeharto di masa Pilpres 2019.
Pernyataan Airlangga itu menyusul mencuatnya perdebatan antara dua kubu calon presiden dan wakil presiden yang tengah berkontestasi.
Tudingan Soeharto sebagai guru korupsi dilontarkan Wakil Sekretaris Jenderal PDIP. Ahmad Basarah menolak pernyataan capres nomor urut 2, Prabowo Subianto yang menyebut tingkat korupsi di Indonesia saat ini bagaikan penyakit kanker stadium 4.
Hal ini kemudian ditimpali oleh Sekretaris Jenderal Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Raja Juli Antoni yang menyebut Soeharto layak disematkan sebagai simbol korupsi, kolusi, dan nepotimsme (KKN).
Â
Reporter: Yunita Amalia
Sumber: Merdeka.com
Â
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:Â
Advertisement