Liputan6.com, Gorontalo - Dewan Penasehat Tim Kerja Nasional Jokowi- Ma'aruf Amin, Romahurmuzy mencermati besarnya suara generasi milenial dan peran media sosial dalam pilpres di Indonesia.
Menurut pria yang karib disapa Romi ini, segmen milenial yang jumlahnya 45 persen bisa ikut berpartisipasi dengan hadir memberikan hak politiknya saat Pemilu 2019.
"Karena memang kecenderungan milenial hadir di TPS lebih rendah dibanding generasi X atau baby boomers," ujar Romi usai bertatap muka dengan sejumlah pengurus PPP di kabupaten Gorontalo, Selasa, 22 Januari 2019.
Advertisement
Romi menyatakan keengganan milenial hadir di TPS dimaklumi karena generasi tersebut lebih cenderung apatis terhadap politik. Kondisi itu memerlukan langkah strategis agar bisa menarik suara milenial di pilpres.
Menurutnya untuk meraih suara pemilih muda itu, Tim Kerja Nasional Jokowi-Ma'aruf Amin maupun melalui partai politik pengusung harus berupaya untuk mendekatkan diri dengan melibatkan para kaum milenial agar tidak anti terhadap politik.
"Kita upaya terus, agar para milenial ini tidak apolitis," imbuhnya.
Romi juga menyoroti pengunaan media sosial yang kerap disalahgunakan sebagai alat untuk menyebar hoaks dan fitnah terutama saat pemilu. Menurutnya dari data Asosiasi Internet Seluruh Indonesia, sebanyak 94,2 persen hoaks dan fitnah tersebar melalui media sosial, salah satunya whatsapp.
"Apalagi whatsapp hari ini menjadi medium paling depan yang banyak digunakan sebagai aplikasi chat grup," ujar dia.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Jangan Rebut Kekuasaan dengan Hoaks
Ia pun mendukung keputusan aplikasi whatsapp yang memberlakukan aturan maksimal lima kali untuk meneruskan pesan (forward message) sejak Selasa 22 Januari 2019. Kebijakan whatsapp membatasi fitur untuk meneruskan pesan bisa mengurangi jumlah pengulangan informasi yang digunakan untuk mengirim berita hoaks.
"Bahkan Facebook, Twitter dan Instagram bisa melakukan mekanisme yang kurang lebih sama sesuai dengan platform masing masing," imbaunya.
Romi pun berharap siapapun pemenang pemilu di Indonesia tidak dilakukan dengan cara mengembangkan hoaks dan fitnah termasuk di media sosial.
"Karena kalau kuasa diambil dengan memperbesar hoaks dan fitnah, maka bangsa itu akan hancur tinggal menunggu saatnya," Romi memungkasi.
Â
Advertisement