Sukses

Menristekdikti: Kampanye di Kampus Boleh, Asal Imbang

Dalam politik, kampus dilarang menjadi lokasi kampanye para calon presiden, wakil presiden, kepala daerah, maupun legislatif.

Liputan6.com, Jakarta - Perguruan tinggi biasa dijadikan tempat untuk ajang diskusi bagi generasi penerus bangsa. Namun, dalam hal politik, kampus dilarang menjadi lokasi kampanye para calon presiden, wakil presiden, kepala daerah, maupun legislatif.

Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Ristekdikti) Mohamad Nasir mengatakan perizinan kampanye dalam kampus menjadi wewenang Komisi Pemilihan Umum (KPU). Pasalnya, KPU merupakan lembaga yang memiliki tugas untuk menyelenggarakan Pemilu.

"Kampus kalau akan digunakan kampanye serahkan kepada KPU yang bisa menyelenggarakan," ujarnya saat ditemui di kantor Kemenristekdikti, Jakarta, Senin 28 Januari 2019.

Kalaupun diperbolehkan, dia meminta agar kegiatan itu dilakukan secara berimbang. Yakni dengan cara mengundang seluruh peserta Pemilu.

"Intinya kementerian (kampus) harus independen. Semuanya didatangkan, enggak boleh sendiri. Supaya nanti imbang. KPU yang memilih itu apakah bisa menggunakan (kampus), itu silakan," tutur Nasir seperti dikutip dari Jawapos.com.

Nasir mencontohkan, di negara maju seperti Amerika Serikat, kampanye dan debat capres-cawapres bisa dilakukan di universitas. Bahkan, dengan melibatkan khalayak, bukan hanya civitas akademika.

"Di Amerika (kampanye dibolehkan) di kampus, tapi dua-duanya datang. Audiensnya publik, bisa mahasiswa, bisa dosen, bisa masyarakat," pungkas Nasir.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

Bawaslu Tak Setuju

Sementara, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) tak setuju dengan usulan penyelenggaraan debat capres-cawapres di kampus. Ide ini sebelumnya diusulkan oleh tim kampanye Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Bawaslu beralasan, kawasan pendidikan dilarang untuk kampanye.

Komisioner Bawaslu, Ratna Dewi Pettalolo mengatakan, debat merupakan salah satu bentuk kampanye. Pasalnya, saat debat capres, pasangan calon akan menyampaikan visi misi dan programnya sehingga unsur kampanye terpenuhi. Jika dilaksanakan di kampus, itu bertentangan dengan Pasal 280 huruf h Undang-Undang Pemilu.

"Debat itu kan termasuk kampanye. Pasal 280 huruf h kan jelas peserta, tim kampanye, pelaksana dilarang menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan. Apa kemudian larangan ini tidak dikenakan terhadap penyelenggara dalam hal ini KPU? Tentu akan memberi hal yang menurut kami bertentangan (dengan) UU. Karena UU saja melarang. Berarti kita sebagai penyelenggara harus tunduk," kata Ratna, Jakarta, Senin (22/10/2018).

Pihaknya juga tak sepakat debat melibatkan kampus tertentu. Pasalnya, debat capres menjadi tanggung jawab KPU, bukan lembaga lain.

Namun, kalaupun KPU kerja sama dengan pihak kampus, tapi tempat pelaksanaan debat capres tidak di kampus, larangan itu akan gugur.

"Sebenarnya yang dilarang tempatnya, semua orang punya hak pilih. Kalau ada inisiatif dilakukan di luar kampus tentu gugur larangan itu karena enggak di kampus. Kalau itu dalam bentuk kampanye, unsur kampanye ini kan dilakukan oleh peserta atau pihak yang ditunjuk peserta. Lalu menyampaikan visi misi, program atau citra diri, itu unsurnya. Tapi kalau diinisiasi oleh peserta atau tim kampanye di kampus, itu bagian dari kampanye," tutur Ratna.

 

Simak berita menarik lainnya di Jawapos.com