Liputan6.com, Jakarta - Juru Bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf Amin, Arya Sinulingga mengatakan, pernyataan mantan Menteri ESDM Sudirman Said mengenai pertemuan tersembunyi negosiasi Freeport di Indonesia tidak benar.
Arya yakin, Sudirman telah melakukan pembohongan atas pernyataan tersebut.
Baca Juga
Menurutnya, Sudirman sudah pernah diwawancara oleh salah satu media pada tahun 2015 mengenai pertemuan tersebut.
Advertisement
"Kalau dikatakan itu adalah pertemuan tertutup, ini Pak Sudirman Said kami kira, dia mencari sensasi. Beliau telah melakukan pembohongan terhadap publik. Membuat seakan itu skandal," ujar Arya di Jl. Cemara, Menteng, Jakarta, Kamis (21/2/2019).
Arya menjelaskan, masyarakat pun bisa membaca kembali wawancara Sudirman dengan salah satu media untuk mengklarifikasi. Dalam wawancara itu, Sudirman Said menyatakan langkah Jokowi yang menekan Freeport.
"Yang membuat perjanjian Sudirman Said juga. Bahkan Pak Sudirman Said juga yang mengusulkan diperpanjang kerja sama dengan Freeport," tutur Arya.
Dia pun menantang Sudirman untuk kembali mengurai fakta yang sebenarnya saat wawancaranya tahun 2015.
"2015 Pak Sudirman Said diwawancara oleh salah satu media mainstream, diwawancara juga oleh televisi, videonya ada, sekarang sudah berkembang tuh dimana-mana apa yang dikatakan oleh beliau," tandas Arya.Â
Klaim Pemerintah Berlebihan
Sebelumnya Direktur Materi dan Debat Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Sudirman Said, yang juga mantan Menteri ESDM, menilai klaim keberhasilan pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) mengambil alih mayoritas saham PT Freeport terlalu berlebihan.
"Yang kita persoalkan adalah klaim berlebihan bahwa pengambilalihan PT Freeport bagian dari nasionalisme. Itu lebay. Itu transaksi jual beli saham biasa," kata Sudirman di Media Center Prabowo-Sandi, Jalan Sriwijaya, Jakarta Selatan, Sabtu, 16 Februari 2019.
Sudirman merujuk pada laporan PT Freeport McMoran di pasar modal Amerika Serikat pada Januari 2019. Dia mengatakan pembelian mayoritas saham PT Freeport justru merugikan Indonesia.
"Dalam laporan itu disebutkan, meski Pemerintah Indonesia kuasai 51 persen saham, tetapi kontrol manajemen dan operasional masih di tangan PT Freeport," ucap dia.Â
"Mayoritas benefit ekonomi juga masih di tangan PT Freeport. Itu ditulis dalam perjanjian jual beli saham. Kami akan minta pemerintah untuk buka apa saja isi kontrak itu," lanjut Sudirman.
Â
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:Â
Â
Advertisement