Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma’ruf Amin, Abdul Kadir Karding menilai, apa yang diucapkan Neno Warisman dalam acara Munajat 212 di Monas pada Kamis 21 Februari 2019, tidak pantas disebut sebagai doa. Melainkan orasi politik pragmatis berkedok agama.
"Pilihan diksi dalam ucapannya tampak sekali dibuat untuk menggiring opini publik. Seolah-olah hanya merekalah kelompok yang menyembah Allah. Sedangkan kelompok lain yang berseberangan bukan penyembah Allah," ujar Karding melalui keterangan tertulis, Sabtu (23/2/2019).
Dia mempertanyakan dari mana Neno Warisman bisa mengambil kesimpulan seperti diungkapkan dalam doa tersebut.
Advertisement
"Apa ukurannya sampai bisa mengatakan jika pihaknya kalah maka tak akan ada lagi yang menyembah Allah?" ujarnya.
Dia menegakasn, kasus doa Neno Warisman adalah contoh gamblang bagaimana agama dijadikan kedok untuk tujuan politik. Ia menafikan kenyataan bahwa Pak Jokowi-Maruf didukung oleh begitu banyak kiai, santri pondok pesantren, dan umat Islam.
"Apa Neno merasa cuma dia dan kelompoknya yang menjalankan ibadah? Menjadikan Tuhan untuk tujuan politik seraya menggiring opini seolah lawan politiknya tidak menyembah Tuhan jelas hal mengggelikan," sambungnya.
Fanatisme Politik
Karding menambahkan, keliru besar kalau menganggap Neno terlalu fanatik agama. Menurutnya, orang fanatik agama berarti ia mengerti betul tentang nilai agama, seperti menghargai, menghormati, dan menjaga perasaan sesama manusia.
"Bagi saya Neno sedang terjerat dalam fanatisme politik. Ucapannya bukan saja mendiskreditkan kelompok yang berlainan politik dengannya tapi bahkan juga berani mendikte dan mengancam Tuhan," pungkasnya.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement