Liputan6.com, Jakarta Calon wakil presiden nomor urut 01 Ma'ruf Amin menilai Munajat 212 merupakan gerakan yang berbeda dengan kelahirannya. Sebab, lahirnya gerakan tersebut berawal dari fatwa yang dikeluarkan Ma'ruf 2017 silam, selaku ketua umum Majelis Ulama Indonesia.
Maka itu, dia heran dirinya tidak diundang oleh Munajat 212 pada Kamis 21 Februari lalu. Gerakan 212 saat ini dinilai sebagai mesin politik oposisi.
"Saya ini kan pendorong 212 yang mengeluarkan fatwa lahirnya 212 kan dari fatwa saya. Saya kok enggak diundang," kata Ma'ruf di Hotel Aryaduta, Jakarta Pusat, Minggu (24/2).
Advertisement
"Berarti 212 yang kemarin malam itu 212 yang lain bukan yang sama dengan yang saya gerakan itu. Beda," imbuhnya.
Pada Kamis, 21 Februari lalu, MUI DKI menyelenggarakan Munajat 212 di Monas. Tujuan awalnya hanya untuk berdoa. Namun, sejumlah tokoh politik oposisi hadir dan diduga menyelipkan muatan kampanye pasangan calon presiden nomor urut 02.
Ma'ruf menyerahkan kepada Badan Pengawas Pemilu untuk menilai apakah agenda tersebut masuk kampanye atau tidak. Menurutnya kalau ada yang menyebut calon presiden bisa diartikan sebagai kampanye
"Nanti kita serahkan ke Bawaslu aja. Ada ga politiknya di situ. Kalau ada politiknya ya berarti politik. Ada orasi politiknya, ada nyebut-nyebut calon presiden atau ga kalau ada berarti politik. Kalau tidak ya berarti murni," katanya.
Kembali ke gerakan 212, mulanya bentuk desakan untuk memenjarakan gubernur DKI Jakarta saat itu, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok atas kasus penistaan agama. Pemicunya, MUI mengeluarkan fatwa bahwa pidato Ahok terkait Al-Maidah termasuk bentuk penistaan. Tak lain yang memimpin MUI dan mengeluarkan fatwa adalah Ma'ruf Amin.
Reporter: Ahda Baihaqy