Sukses

KSP: Ancaman Amien Rais ke KPU Korbankan Prabowo-Sandi

Ratna menilai, keinginan Amien Rais untuk mengaudit sistem teknologi informasi (IT) yang digunakan KPU seperti melempar boomerang.

Liputan6.com, Jakarta - Tenaga Ahli Bidang Hukum Kedeputian V Kantor Staf Presiden (KSP) Ratna Dasahasta, menyoroti ancaman yang diberikan tokoh reformasi Amien Rais kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Menurut Ratna, ancaman tersebut justru dapat merugikan pasangan capres-cawapres nomor urut 2 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.

Ratna menilai, keinginan Amien Rais untuk mengaudit sistem teknologi informasi (IT) yang digunakan KPU seperti melempar boomerang. Apalagi mantan Ketua MPR itu juga sempat melontarkan ancaman paslon capres-cawapres nomor urut 2 akan mundur dari pencalonan apabila tuntutannya diabaikan.

"Amien Rais mengancam jika ada kecurangan, maka Paslon 02 akan mundur dari Pemilu. Ini yang disebut 'melempar bumerang'. Entah lupa atau mengabaikan hukum, rupanya Amien Rais tidak memperdulikan keberadaan UU No 7/2017 tentang Pemilu," ujar Ratna dalam keterangan tertulis, Jakarta, Sabtu (2/3/2019).

UU No 7 Tahun 2017 secara jelas mengatur aturan main jika ada pasangan calon mengundurkan diri. Aturan tersebut tidak main-main. Pasal 552 ayat 1 jo Pasal 236 ayat 2 UU Pemilu mengatakan bahwa, setiap capres dan cawapres yang dengan sengaja mengundurkan diri setelah ditetapkan sebagai peserta pilpres sampai dengan pemungutan suara putaran pertama akan dikenakan hukuman pidana maksimal 5 tahun penjara dan denda maksimal Rp 50 miliar.

"Apakah Amien Rais luput mengingat? Pada awal penetapan pasangan calon oleh KPU, setiap pasangan calon wajib menyerahkan surat pernyataan tidak akan mengundurkan diri sebagai pasangan calon. Surat pernyataan ini yang mendasari mengapa pasangan calon bisa dipidana," kata Ratna.

"Wajar jika masyarakat mempertanyakan. Apakah Amien Rais melempar ancaman itu (sekali lagi) karena lupa atau memang sengaja? Dengan mengancam KPU, Amien ternyata mengorbankan Prabowo dan Sandiaga Uno," sambungnya.

Selain itu, Ratna menuturkan, audit sistem IT KPU tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang. Ada mekanisme yang telah ditetapkan oleh peraturan perundangan untuk melakuan audit, baik itu audit IT maupun audit keuangan.

"Jikalau tim paslon 02 diperbolehkan mengaudit IT KPU, tentu Tim dari paslon 01 pun berhak melakukan hal yang sama. Lalu, bagaimana jika hasil auditnya berbeda? Untuk itu, audit apapun harus dilakukan oleh auditor yang tersertifikasi dan ditunjuk KPU. Bukan sembarang orang bisa melakukan audit seenaknya," ujarnya menandaskan.

 

2 dari 2 halaman

Respons PDIP

Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto juga menyoroti aksi Amien Rais bersama Forum Umat Islam (FUI) yang menggeruduk Kantor KPU. Menurutnya, pernyataan yang disampaikan Amien Rais sangat berbahaya dan bertendensi mendelegitimasi penyelenggara pemilu.

"Bapak Amien Rais melakukan upaya yang menurut saya sangat berbahaya disampaikan oleh seorang tokoh yaitu delegitimasi KPU dengan mengatakan akan terjadi kecurangan-kecurangan dan kecurangan. Padahal PDIP yang sejak dulu paling getol bagaimana agar DPT (daftar pemilih tetap) diperbaiki, penyelenggara pemilu netral,” ucap Hasto saat Safari Kebangsaan IX di Lampung, Sabtu (2/3/2019).

Hasto lantas memastikan, PDIP dan (Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf akan menjalankan kampanye dan pemerintahan dengan cara yang benar.

"Karena itu ketika kita berada dalam kekuasaan pemerintahan kita tidak ingin menggunakan cara-cara yang tidak benar. Kekuasaan harus dipakai untuk rakyat," katanya.

Sebelumnya, Amien Rais bersama FUI menggelar aksi damai di Kantor KPU, Jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Jumat 1 Maret 2019. Amien Rais menuntut agar KPU sebagai penyelenggara pemilu bersikap jujur, adil, dan transparan.

Pendiri Partai Amanat Nasional (PAN) itu mengaku telah melihat indikasi kecurangan yang terjadi pada rangkaian pelaksanaan Pemilu 2019 sejak enam bulan lalu. Dia juga menyampaikan keinginannya untuk mengaudit forensik sistem IT KPU.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini: