Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Arief Poyuono mengomentari program kartu pra-kerja capres petahana Joko Widodo atau Jokowi. Poyuono mempertanyakan tempat pelatihan kerja yang akan digunakan untuk masyarakat.
"Pelatihan kerja di dalam negerinya dimana Kangmas Joko Widodo? Wong balai latihan kerja milik Depnaker yang selama ini saja banyak yang enggak berfungsi kok, karena enggak ada instrukturnya dan alat alat pelatihannya," kata Poyuono kepada Merdeka.com, Rabu, (6/3).
"Jangan bikin janji program yang tidak ada sarana dan prasarana yang bisa menunjang, kasihan rakyat nanti," sambungnya.
Advertisement
Poyuono pun menawarkan terobosan Prabowo-Sandi untuk menyiapkan lulusan SMA/STM, Politeknik dan universitas yang masuk dunia kerja. Salah satunya, mengajak dunia usaha bersama-sama menyiapkan angkatan kerja baru yang siap kerja dan punya kemampuan. Sehingga tak mesti menunggu mendapat pekerjaan.
Kemudian, Prabowo-Sandi akan mengajak perusahaan-perusahaan besar menggunakan dana CSR guna membangun tempat pelatihan bagi angkatan kerja baru yang menghasilkan tenaga kerja siap pakai. Perusahaan besar itu akan digandeng dengan Departemen Tenaga Kerja untuk anggaran dan sertifikasi bagi angkatan kerja baru yang sudah terlatih.
"Untuk merangsang perusahaan-perusahaan yang berpartisipasi dalam training center untuk angakatan kerja baru akan kita berikan discount pembayaran pajak atau semacam tax holiday bagi perusahaannya," terang Poyuono.
Sementara, untuk pelatih tenaga kerja, Prabowo-Sandi akan menyiapkan dari perusahaan-perusahaan yang mendirikan tempat pelatihan kerja. Poyuono menjelaskan, Prabowo-Sandi akan menarik karyawan yang memasuki masa pensiun dari perusahaan tersebut dan akan digaji oleh pemerintah.
"Sehingga antara kebutuhan skill pekerja dan kebutuhan pengunaan pekerja di perusahaan matching dan para lulusan langsung kerja enggak usah nunggu-nunggu ada kerjaan ya," ucapnya.
Poyuono mencontohkan, perusahaan di sektor perkebunan sawit di Sumatera, Kalimantan dan lain lain. Perusahaan itu diwajibkan mengeluarkan dana CSR. Dari dana itu bisa dimanfaatkan untuk membangun tempat pelatihan bagi angkatan kerja baru yang ingin bekerja di sektor Industri sawit.
"Yang pasti instrukturnya diambil dari perusahaan perkebunan sawit dan angkatan kerja baru yang ikut program di training center mendapatkan uang saku yang akan dibiayai oleh pemerintah selama training. Jadi antara pendidikan atau pelatihan kerja langsung di tempat dimana para peserta training akan bekerja," jelasnya.
Soal Pengangguran Digaji
Selain itu, Poyuono angkat bicara tentang pengangguran yang akan digaji dari kartu pra-kerja sembari mengikuti pelatihan dan menunggu mendapat pekerjaan. Dia menjelaskan, yang digaji adalan lulusan SMA, D3 serta S1. Sementara lulusan SD dan SMP tidak mendapat gaji.
"Jadi rakyat jangan ketipu, lah kalau rakyat yang cuma lulusan SD dan SMP yang sudah masuk usia kerja apa solusinya, kan enggak punya solusi. Sedangkan yang lulusan SD Dan SMP lebih banyak jumlahnya," ujarnya.
Sementara itu, Analis Ekonomi Politik dari Fine Institute, Kusfiardi menilai program bagi-bagi kartu oleh Presiden Jokowi menunjukan lemahnya kemampuan Jokowi dalam memahami misi yang disebut dalam Undang-undang Dasar 1945.
Sebab, semuanya kartu tersebut adalah instrumen menyenangkan semua orang, dengan cara menyebar subsidi, bansos, atau BLT sebanyak-banyaknya.
“Bagi-bagi kartu ini menunjukkan lemahnya kemampuan capres petahana dalam memahami misi yang terdapat dalam konstitusi UUD 1945. Sekaligus menunjukkan jalan pintas, dengan semangat mengejar populisme,” kata Kusfiardi.
Dia menjelaskan, dalam pembukaan UUD 1945, terkait kewajiban pemerintah menyebutkan bahwa, pembentukan suatu Pemerintah Negara Indonesia adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
“Dalam batang tubuh konstitusi ditegaskan pula bahwa akses terhadap pendidikan adalah hak setiap warga negara. Pasal 31 ayat 2 UUD 1945 (pasca perubahan) juga merumuskan bahwa setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan dasar, sedangkan pemerintah wajib membiayainya,” jelasnya.
Selanjutnya, hak untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak. Pasal 27 ayat (2) UUD 1945, menyebutkan bahwa “Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”.
“Ayat ini memuat pengakuan dan jaminan bagi semua orang untuk mendapatkan pekerjaan dan mencapai tingkat kehidupan yang layak bagi kemanusiaan,” tukasnya.
Sementara itu, menurut studi Bank Dunia, bansos yang diterima sampai dengan 25 persen dari pengeluaran perkapita per bulan akan mampu meningkatkan konsumsi pengeluaran perkapita sampai 22,4 persen dan dapat menurunkan angka kemiskinan sampai tiga persen.
“Tampaknya capres petahana memang bertujuan hanya sekedar mau menyenangkan semua orang. Caranya dengan menyebar subsidi, bansos, atau BLT sebanyak-banyaknya, mendidik masyarakat dengan hal-hal instan,” pungkasnya.
Menurut dia, apa yang dijanjikan Jokowi tersebut bertolakbelakang dengan apa yang disampaikan melalui cuitan di akun sosmed Twitter-nya, pada 14 Desember 2018 lalu. Saat itu, Jokowi mengatakan,
“Kalau mau menyenangkan semua orang, tinggal menyebar subsidi, bansos, atau BLT sebanyak-banyaknya. Tapi jangan mendidik masyarakat dengan hal-hal instan. Kita bangun pondasi dan pilar kokoh, meski prosesnya pahit dan sakit, agar bangsa ini kuat dan tak mudah terseret gelombang”.
Reporter: Muhammad Genantan Saputra
Sumber: Merdeka.com
Saksikan video pilihan berikut ini:
Advertisement