Liputan6.com, Jakarta - Anggota Bawaslu Mochammad Afifuddin menegaskan, keberadaan pemantau pemilu asing bukan hal baru di demokrasi Indonesia. Hal itu menyusul maraknya tagar #IndonesiaCallsObserver yang menjadi trending topic di Twitter sejak Senin 25 Maret 2019 dan mendapat apresiasi dari Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
"Dulu ada pemantau, sekarang ada pemantau. Bukan berarti dulu tidak ada pemantau, ada terus. Bisa dilacak dalam arsip berapa pemantau terlibat. Pemantau asing dulu lebih banyak kelihatannya," kata Afif di Gedung Bawaslu RI, Jakarta Pusat, Selasa (26/3/2019).
Afif menyebut, pemantau pemilu baik dari dalam negeri maupun asing sudah ada dalam undang-undang. Namun, catatan bagi pemantau asing, yakni harus mematuhi semua aturan yang ada di Indonesia.
Advertisement
"Pemantau asing tidak boleh semena-mena menafsirkan apa yang terjadi di kita, apalagi soal kedaulatan dan lainnya," tegas Afif.
Lembaga pemantau pemilu, lanjut Afif, harus mematuhi semua prinsip pemantau, terutama terkait netralitas.
"Prinsip dasar pemantau soal netralitas, soal independensi, itu menjadi hal utama, tidak hanya pemantau luar negeri tapi juga pemantau dalam negeri," ucap anggota Bawaslu itu.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Bukan Hal Luar Biasa
Menurut Afif, keberadaan pemantau pemilu bukan hal luar biasa dan tidak hanya terjadi di Indonesia saja.
"Tidak ada yang dikhawatirkan. Semua lembaga lokal, lembaga yang terdaftar dari luar negeri, semua dalam posisi yang sama, bukan dalam posisi extraordinary, tapi situasi natural, setiap pemilu begini, mau pemilu di kita maupun di luar negeri sama saja," kata Afif.
Adapun Bawaslu merilis 51 lembaga pemantau pemilu. Dari jumlah tersebut, terdapat dua lembaga pemantau pemilu asing yakni Asia Democracy Network dan Asian Network For Free Election.
Advertisement