Sukses

Prabowo Sebut Terjadi Deindustrialisasi di Indonesia, Benarkah?

Dalam pemaparan visi dan misinya, Prabowo Subianto mengatakan bahwa Indonesia mengalami deindustrialisasi. Faktanya? Pengamat mengatakan, lihat juga dampak globalnya.

Liputan6.com, Jakarta - Pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin dan Prabowo-Sandiaga Uno kembali dipertemukan dalam debat pamungkas Pilpres 2019, Sabtu (13/4/2019) di Hotel Sultan, Jakarta.

Debat terakhir ini mengangkat tema ekonomi dan kesejahteraan sosial, keuangan, investasi, serta industri. Arena debat digelar di Hotel Sultan, Jakarta.

Dalam paparan visi dan misinya, capres nomor urut 02, Prabowo Subianto mengatakan, dia dan Sandiaga Uno berpandangan bahwa bangsa Indonesia selama ini dan sudah sejak lama berada dalam arah yang salah.

"Ini sudah terbukti bahwa kita telah menyimpang dari cita-cita pendiri bangsa," kata dia. "Kita tidak bisa membiarkan kekayaan nasional ke luar negeri," tambah Prabowo.

Ia menambahkan, sudah diakui oleh pemerintah bahwa terjadi deindustrialisasi. "Sekarang bangsa Indonesia tidak produksi apa-apa. Kita hanya menerima industri dari bangsa lain," tambah dia.

Menanggapi Prabowo, Jokowi mengatakan, sudah ada upaya hilirisasi. Nantinya, infrastruktur yang dibangun dapat memperkuat industrialisasi. Indonesia pun bersiap agar tidak lagi mengekspor barang mentah, melainkan mendorong ekspor barang setengah jadi hingga barang jadi.

Ia menyebut ada sejumlah tahapan yang perlu dilalui demi mencapai industrialisasi. Langkah awalnya adalah infrastruktur.

"Infrastruktur yang dibangun ini akan terhubung dengan kawasan industri dan pariwisata. Enggak mungkin langsung balik tangan, perlu tahapan besar," ucap Jokowi.

Selanjutnya, Jokowi berkata akan memfokuskan pada Sumber Daya Manusia (SDM), kemudian reformasi struktural, dan kemudian masuk ke dunia digital untuk menghubungkan pelaku ekonomi mikro agar bisa menjangkau pasar.

Kemudian, Prabowo Subianto menyampaikan, deindustrialisasi bangsa Indonesia perlu dilakukan segera demi menutupi kesalahan para pemimpin sebelum masa pemerintahan Joko Widodo atau Jokowi.

"Belajar baik dan berani merencanakan pembangunan deindustrialisasi, ciptakan lapangan kerja, lindungi petani dan nelayan kita. Ini kesalahan besar presiden-presiden sebelum bapak (Jokowi), kita semua harus bertanggung jawab. Benar, itu pendapat saya," tutur Prabowo dalam debat pilpres 2019 di hotel Sultan, Jakarta, Sabtu, 13 April 2019.

Prabowo menyatakan, dia tidak menyalahkan Jokowi dalam upayanya melakukan perbaikan demi kesejahteraan rakyat. Hanya saja, Jokowi harus berkaca bahwa ada cara yang salah saat menjalankan program pilihannya.

"Jadi kembali lagi saya terus terang saja tidak menyalahkan Pak Jokowi. Ini masalah kesalahan kita sebagai bangsa dan sudah berlangsung belasan, puluhan tahun, tapi harus berani mengoreksi diri. Kita salah jalan," jelas dia.

Indonesia, lanjut Prabowo, harus mencontoh Republik Rakyat Tiongkok yang berupaya menghilangkan kemiskinan selama 40 tahun.

"Berani belajar dari yang hebat. Ini kesalahan kita semua. Jadi kita nih salah jalan. Harus kembali ke UU 45 Pasal 33," Prabowo menandaskan.

Saksikan video pemaparan visi dan misi Prabowo-Sandi berikut ini: 

2 dari 2 halaman

Faktor Global

Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Izzudin Al Farras mengatakan, deindustrialisasi memang tengah terjadi di Indonesia. Deindustrialisasi yang terjadi di Indonesia bahkan dia sebut terjadi lebih cepat dibanding negara ASEAN lainnya.

"Meski deindustrialisasi dan transformasi struktural ekonomi merupakan fenomena alamiah dan terjadi secara global, namun demikian deindustrialisasi di Indonesia terjadi cepat (deindustrialisasi dini)," ujar dia di Jakarta, Minggu (14/4/2019).

Dalam 10 tahun terakhir, lanjut dia, Indonesia mengalami penurunan porsi manufaktur terhadap PDB sebesar 7 persen. Padahal negara tetangga seperti Thailand dan Malaysia, penurunan porsi manufakturnya terhadap PDB tidak lebih dari 4 persen.

Menurut Izzudin, deindustrialisasi yang terjadi di Indonesia berdampak kepada tiga hal, pertama, turunnya penerimaan perpajakan, padahal manufaktur menjadi sektor tertinggi dalam menyumbang pajak dengan kontribusi sebesar 30 persen.‎

Kedua, daya serap tenaga kerja oleh sektor manufaktur semakin berkurang. Ketiga, secara agregat, pertumbuhan PDB tidak dapat terdongkrak naik secara cepat karena kontribusi maupun pertumbuhan manufaktur turun dan tumbuh semakin lamban.

"Deindustrialisasi diperparah melalui perubahan pola investasi asing (FDI) yang cenderung berada di sektor tersier dibandingkan sekunder," kata dia.

Izzudin menyatakan, Indonesia harus segera mengatasi masalah deindustrialisasi ini. Salah satunya dengan secara tepat membaca arah perkembangan industri global ke depannya.

‎"Ke ‎depan, Indonesia harus mengatasi tantangan industri dan membaca perkembangan arah industri di masa yang akan datang," tandas dia.

Sebelumnya, Fathya Nirmala Hanoum, Peneliti CORE Indonesia mengatakan pertumbuhan industri di Indonesia memang melambat pasca-krisis 1998. 

 

Pertumbuhan industri melambat pasca-krisis 1998 (Sumber: World Bank)

Â