Sukses

Lembaga Quick Count Pemilu 2019 Dilaporkan ke Bareskrim Polri

Pitra menilai lembaga survei quick count melanggar Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Liputan6.com, Jakarta - Koalisi Aktivis Masyarakat Anti Korupsi dan Hoax melaporkan sejumlah lembaga hitung cepat ke Bareskim Polri. lembaga quick count itu dinilai telah melakukan kebohongan publik.

Kuasa hukum Koalisi Aktivis Masyarakat Anti Korupsi dan Hoax, Pitra Romadoni Nasution menjelaskan, sesuai data KPU hingga kini pasangan Prabowo-Sandiaga meraup suara 56 persen. Nyaris sama dengan data internal Ayo Jaga TPS yang menampilkan Prabowo meraih 59,74 persen. Begitu juga dengan exit poll, Prabowo juga unggul dengan 62 persen.

Sementara itu, lembaga quick countmerilis hasil pemungutan suara yang berbeda. Mereka condong menampilkan yang memenangkan Calon Presiden dan Wakil Presiden nomor urut 01, Joko Widodo dan Maruf Amin. Hasil itu dinilai dapat membingungkan masyarakat.

Karenanya, Pitra mendesak polisi mengusut permasalahan hasil survei ini. Adapun lembaga survei yang dilaporkan adalah Indo Barometer, CSIS, Charta Politika, Poltracking, Perludem, SMRC dan lembaga survei lain yang menampilkan hasil quick count Pilpres 2019 di stasiun televisi.

"Jadi semua lembaga survei yang menyatakan unggul sekian2 itu kita laporkan karena belum tahu kebenaran dan kepastiannya, jadi kita tidak mau hoaks. makanya tunggu dulu ada yang real. walapun mereka punya data tetapi tunggu dulu," ujar Kuasa hukum Pitra Romadoni Nasution di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (18/4/2019).

Pitra menilai lembaga survei melanggar Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Selain itu, Pasal 14 dan 15 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.

"Makanya jangan membuat kebingungan masyarakat kita, ini sudah sangat dahsyat sekali loh penggiringan opini quick count ini. Apabila nanti nyatanya Prabowo yang menang, bagaimana nanti mempertanggungjawabkan ini," ujar Pitra.

Pitra mengklaim laporan telah diterima oleh petugas SPKT Mabes Polri. Meski, tak bisa menunjukkan nomor laporan polisi.

"Jadi pengaduan itu tidak mesti harus LP tetapi bisa secara tertulis, dan itu sudah diterima Kasubag bagian penyidikan dan pengaduan pihak Bareskrim Mabes Polri," ucap dia sambil menujukan beberapa lembar kertas.

 

2 dari 2 halaman

BPN Laporkan Quick Count

Tim Advokasi dan Hukum BPN Prabowo-Sandi melaporkan beberapa lembaga survei ke Komisi Pemilihan Umum (KPU). Pihak Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandi menduga bahwa beberapa lembaga survei telah tidak profesional dalam menjalankan giatnya.

"Karena menyampaikan hasil QC (Quick Count) tidak secara ilmiah dan tidak sesuai fakta, sehingga telah menimbulkan keresahan di masyarakat," terang Koordinator Pelaporan Tim Advokasi dan Hukum BPN Prabowo-Sandi, Djamaluddin Koedoeboen, Kantor KPU, Jakarta Pusat, Kamis (18/4/2019).

Djamaluddin juga mengatakan bahwa ada sejumlah lembaga survei yang sejak beberapa bulan sebelum hari pemcoblosan tiba telah memihak pasangan calon presiden tertentu.

"Bahkan terkesan menjadi Tim Suksesnya," klaim Djamaluddin.

Ia mencontohkan kasus pada Quick count pada 17 April, yang banyak ditayangkan media TV. Menurutnya, quick count yang ditayangkan tidak seirama dengan kondisi di lapangan.

"Ada yang hasil perhitungannya melebihi 100 persen, ada yang jumlah persentase yang dipaparkan di atasnya berbeda dengan apa yang ada di bawahnya, serta ada pula hasil perhitungannya dalam sekian detik tiba-tiba berbalik dengan memenangkan paslon tertentu," ungkap Djamaluddin.

Dirinya melihat hasil Pilkada DKI Jakarta yang lalu, yang mana banyak lembaga survei yang sudah memenangkan pasangan Basuki-Djarot, namun ternyata hasil sesungguhnya dimenangkan pasangan Anies dan Sandi.

"Hal mana kejadian dimaksud patut diduga kembali berulang dan terjadi pada Pilpres 2019," tutur Djamaluddin.

Lembaga survei yang Djamaluddin beserta tim laporkan ke KPU ialah LSI Denny JA, Indo Barometer, Charta Politika, SMRC, Poltracking, dan Voxpol. Djamaluddin menduga bahwa lembaga survei tersebut telah tidak profesional dan menyesatkan publik atas produk quick count-nya.

Tim Advokasi dan Hukum BPN Prabowo-Sandi meminta supaya lembaga survei tadi diberi sanksi hukuman maupun dicabut izinnya sesuai peraturan yang berlaku.

Tidak hanya itu, Tim Advokasi dan Hukum BPN Prabowo-Sandi di bawah koordiantor Djamaluddin juga meminta Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk memerintahkan beberapa stasiun TV yang menyiarkan hasil quick count dari lembaga survei itu supaya menghentikan penayangannya.

"Supaya ke depannya, cara-cara pembodohan publik dengan cara framing negatif dan manipulatif melalui lembaga survei seperti ini tidak terjadi lagi," tutup Djamaluddin.