Liputan6.com, Jakarta - Provinsi Sumatera Barat menjadi kantong suara terbesar pasangan Prabowo-Sandiaga di Pilpres 2019. Data real count KPU pada Selasa (23/4/2019) pukul 11.30 WIB menunjukkan suara Prabowo-Sandiaga superior dibanding Jokowi-Ma'ruf.
Dari 7.612 TPS yang masuk (45,52 persen) di tabulasi real count KPU, Prabowo-Sandi mendapat 1.143.878 suara (86,72 persen), sedangkan Jokowi hanya kebagian 175.225 suara (13,28 persen).
Keunggulan suara Prabowo-Sandiaga tersebar merata di 19 kabupaten/kota di Sumatera Barat. Paslon 02 unggul di 18 kabupaten/kota, yakni Agam, Dharmasraya, Kota Bukittinggi, Kota Padang, Kota Padang Panjang, Kota Pariaman, dan Kota Payakumbuh.
Advertisement
Selain itu, paslon 02 juga unggul di Kota Sawalunto, Kota Solok, Lima Puluh Kota, Padang Pariaman, Pasaman Barat, Pesisir Selatan, Sijunjung, Solok, Solok Selatan dan Tanah Datar.
Satu-satunya daerah yang berhasil dikuasai Jokowi-Ma'ruf di Sumbar adalah Kepulauan Mentawai. Di Mentawai, dari 5,4 persen suara yang sudah direkap KPU, Jokowi meraih 2.036 suara, sedangkan Prabowo-Sandiaga meraih 790 suara.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Banyak Faktor
Pengamat politik Universitas Andalas (Unand) Padang Edi Indrizal berpendapat kekalahan Jokowi di Sumatera Barat disebabkan sejumlah faktor, mulai dari ideologi, sosiologis, kultural, hingga psikologis.
"Jadi, semua faktor tersebut saling terkait satu sama lain, sehingga membentuk perilaku kolektif masyarakat dalam memilih," kata dia di Padang, Selasa (23/4/2019).
Menurut dia, kendati pada Pilpres 2019 pasangan Jokowi-Maruf Amin didukung 12 kepala daerah di Sumbar lewat deklarasi terbuka, ternyata strategi tersebut keliru .
"Yang terjadi bukannya suara semakin bertambah, malah lebih turun dibanding Pemilu Presiden 2014," ujarnya dikutip dari Antara.
Artinya, ia melihat strategi yang dipakai untuk memenangkan Jokowi oleh tim sukses di Sumbar tidak menjawab persoalan yang terjadi.
Terkait dengan persoalan ideologi, ia melihat sejak awal PDIP selaku partai pengusung Jokowi sulit mendapat tempat di hati masyarakat Sumbar.
Kemudian jika menggunakan pendekatan polarisasi kemajemukan, Jokowi di Sumbar dominan mendapat suara di Dharmasraya yang notabene dihuni oleh transmigran dari Pulau Jawa.
Kemudian soal psikologis ia melihat ada yang memandang ini adalah pilihan yang hebat dan rasional.
Akan tetapi, gejala perilaku memilih seperti ini tidak hanya terjadi di Indonesia, pada negara maju seperti Amerika Serikat pun juga terjadi. Jadi, tidak bisa semata soal rasional dan tidak rasional.
Pada sisi lain, semakin maraknya penggunaan media sosial juga ikut andil membuat masyarakat lebih memilih Prabowo di Sumbar.
Advertisement