Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI mempertanyakan materi gugatan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) pilpres ke Mahkamah Konstitusi (MK), yaitu berupa tuntutan menghapus 17,5 juta daftar pemilih tetap (DPT) yang jumlahnya dianggap tidak masuk akal.
Komisioner KPU RI Viryan Azis mengatakan DPT Pilpres 2019 sebanyak 192 juta, DPT pilpres 2014, 190 juta dan DPT pilpres 2009 sejumlah 176 juta. Apabila dikurangi 17,5 juta DPT yang dianggap bermasalah, karena DPT Pilpres 2019 menjadi 175 juta.
Baca Juga
"Jumlah tersebut lebih rendah daripada DPT Pilpres 2009. Nah masuk di akal atau tidak kalau itu KPU lakukan? Jadi itu hal sederhana yang bisa kami sampaikan terkait dengan gugatan tersebut," ujar Viryan di Jakarta, Senin, seperti dilansir Antara.
Advertisement
KPU, ujar dia, sudah menindaklanjuti rekomendasi tim kampanye paslon 01 dan 02 pada 14 April 2019, tiga hari sebelum pencoblosan.
Ia menekankan 17,5 juta DPT yang disebut invalid disampaikan setelah tahapan penyusunan DPT pada 15 Desember 2017 hingga 15 Desember 2018, tetapi KPU tetap menindaklanjutinya.
"Kita ketahui mulai bulan September, Oktober, November dan Desember tersebut BPN 02, TKN 01 itu terus memberikan masukan dan KPU kabupaten responsif menindaklanjuti masukan-masukan tersebut dan itu bisa kita lihat dalam penyusunan DPT dilakukan sampai dengan tiga kali penetapan," jelas Viryan.
Ia mengatakan KPU sudah selesai menindaklanjuti dan melakukan penyerahan dokumen hasil tindaklanjut pada 14 April 2019 kepada TKN 01 diwakili Aria Bima, sementara BPN 02 diterima oleh Hashim Djojohadikusumo.
Ada pun pokok gugatan tim Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi terkait teknis penyelenggaraan pemilu, yakni 17,5 DPT dinilai invalid, Sistem Informasi Penghitungan Suara (Situng) serta formulir C7 yang disebut dihilangkan di sejumlah daerah.