Sukses

KPU: Tuntutan Prabowo di MK Didasarkan Atas Logika yang Tidak Nyambung

Menurut Pramono, meski berawal dari Form C1 yang sama, alur penghitungan Situng dan rekap manual jelas berbeda.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemilihan Umum (KPU) menilai salah satu dalil gugatan Tim Hukum Paslon 02 di Mahkamah Konstitusi yang menyangkut dugaan rekayasa Sistem Informasi Penghitungan Suara (Situng) adalah tidak logis. Demikian diungkapkan Komisioner Pramono Ubaid Tanthowi di Jakarta.

"Pemohon mendalilkan bahwa KPU melakukan kecurangan dengan merekayasa Situng. Namun dalam Petitum, mereka meminta MK membatalkan perolehan suara hasil rekapitulasi secara manual. Ini namanya nggak nyambung," kata Pramono, Sabtu (15/6/2019).

Pramono menilai Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandiaga mencoba membangun asumsi bahwa hasil perolehan suara di Situng KPU sengaja diatur untuk mencapai target angka tertentu yang sesuai dengan rekapitulasi manual.

"Ini adalah asumsi yang tidak tepat. Pemohon mencoba menyusun teori adjustment atau penyesuaian," tambahnya seperti dikutip Antara.

Mantan ketua Bawaslu Banten tersebut menjelaskan, meski berawal dari Form C1 yang sama, alur penghitungan Situng dan rekap manual jelas berbeda.

Dalam Situng, petugas memindai Form C1 kemudian langsung mengunggahnya ke sistem informasi tersebut tanpa perlu menunggu rekapitulasi di tingkat atasnya. Sementara rekap manual dilakukan secara berjenjang mulai dari kecamatan, KPU kabupaten-kota, KPU provinsi hingga KPU Pusat.

"Nah, angka yang digunakan untuk menetapkan perolehan suara setiap peserta pemilu adalah angka yang direkap secara berjenjang itu," tambahnya.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

Tidak Membahas Kecurangan

Oleh karena itu, apabila mengikuti logika asumsi Tim Hukum Prabowo-Sandiaga, maka seharusnya yang menjadi tuntutan koreksi adalah angka perolehan di Situng yang bukan digunakan KPU sebagai dasar penetapan paslon terpilih Pilpres 2019.

Menurut Pramono, pemohon tidak pernah membahas dugaan kecurangan dalam proses rekapitulasi berjenjang. Tim Hukum Prabowo-Sandiaga juga tidak memberikan bukti rinci dugaan pelanggaran rekapitulasi berjenjang tersebut, seperti nama TPS, kecamatan, kabupaten atau kota tertentu.

"Sama sekali tidak ada. Jadi, tuntutan agar hasil rekap manual dibatalkan karena Situng katanya direkayasa, itu didasarkan pada logika yang tidak nyambung," ujarnya.