Sukses

Sidang Sengketa Pilpres, KPU Minta Hakim MK Tolak Permohonan Prabowo - Sandi

Melalui kuasa hukumnya, KPU meminta Majelis Hakim MK menolak permohonan Tim Hukum Prabowo-Sandi.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai pihak termohon telah menyampaikan jawaban atas  permohonan sengketa hasil Pilpres 2019 yang dilayangkan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno ke Mahkamah Konstitusi (MK). Melalui kuasa hukumnya, Ali Nurdin, KPU meminta Majelis Hakim MK menolak permohonan Tim Hukum Prabowo-Sandi.

"Menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya," ujar Ali dalam sidang di Gedung MK, Selasa (18/6/2019).

Kemudian, Ali juga meminta Hakim MK menyatakan benar keputusan KPU RI nomor 987/PL.1.8.Kpt/06/KPU/V/2019 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota secara Nasional dalam Pemilu 2019, tertanggal 21 Mei 2019.

"Menetapkan perolehan suara Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2019 yang benar sebagai berikut: 1. Jokowi-Ma'ruf Amin: 85.607.362 suara, 2. Prabowo Subianto-Sandiaga Uno: 68.650.239, total suara sah 154.257.601," katanya.

"Atau apabila MK berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya," imbuh Ali.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

Link Berita Online Tidak Bisa Jadi Alat Bukti

Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai pihak termohon atas gugatan sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) menanggapi dalil kubu Prabowo-Sandi atas tuduhan adanya kecurangan secara sistematis, terstruktur, dan masif (TSM).

KPU, diwakili Ali Nurdin sebagai kuasa hukum mengatakan bukti-bukti yang diajukan Prabowo-Sandi ke Mahkamah Konstitusi (MK) tidak memenuhi syarat administrasi. Salah satu bukti yang disinggung adalah link berita yang dianggap kubu Prabowo-Sandi dalam sengketa ini disebut pemohon, terdapat indikasi kecurangan.

Merujuk Pasal 36 Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) Nomor 4 Tahun 2018 tentang tata beracara dalam PHPU Pilpres, alat bukti baik berupa surat atau tulisan, keterangan saksi, keterangan ahli, Ali menegaskan link berita daring yang dijadikan bukti dalam sengketa ini tidak sesuai dengan peraturan yang ada.

"Print out berita online bukanlah dokumen resmi yang dapat menjadi rujukan dalam pembuktian suatu perkara," ujar Ali saat membacakan jawaban pihak termohon di MK, Selasa (18/6/2019).

Atas dasar hukum itu ia meminta mahkamah tidak menerima bukti link berita tersebut sebagai acuan memeriksa ada tidaknya kecurangan TSM oleh termohon.

"Alat bukti yang diajukan pemohon tidak memenuhi syarat alat bukti, yakni hanya print out berita online. Bukti link pemohon bukan alat bukti berupa surat atau tulisan," ujar Ali.