Sukses

Tim Jokowi-Ma'ruf: Permohonan Prabowo-Sandi Kabur

Luhut mengatakan, petitum atau tuntutan Pemohon nomor 13 dan 15 tidak berdasarkan hukum. Hal ini bukan merupakan kewenangan MK.

Liputan6.com, Jakarta - Tim kuasa hukum Jokowi-Ma'ruf Amin sebagai pihak Terkait sengketa Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK) mengatakan, dalil posita dan petitum Pemohon yang disampaikan dalam sidang pendahuluan tidak jelas atau kabur. Ada sejumlah alasannya.

Kuasa hukum Jokowi-Ma'ruf, Luhut Pangaribuan mengatakan, dalam petitumnya yang ke-12, Pemohon meminta MK untuk memerintahkan Termohon melaksanakan Pemungutan Suara Ulang di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, DKI Jakarta, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Papua, dan Kalimantan Tengah.

"Akan tetapi tidak ada satupun dalil dalam posita yang menjelaskan alasan-alasan khusus terkait permohonan ini, karena dalil-dalil Pemohon juga mencakup provinsi lain, yakni antara lain Sulawesi Tenggara, Bali, NTB, Jambi, Papua Barat, Aceh, Sumatera Barat. Apa yang membedakan 12 provinsi yang dimintakan Pemohon untuk dilaksanakan PSU dengan provinsi lainnya yang juga didalilkan Pemohon? Tidak tertulis jelas perbedaan ini. Oleh karenanya, permohonan Pemohon ini kabur," kata Luhut dalam persidangan di sidang MK, Jakarta, Selasa (18/6/2019).

Pemohon, lanjut Luhut, dalam petitumnya yang ke-13 juga meminta MK untuk memerintahkan kepada lembaga negara yang berwenang untuk melakukan pemberhentian seluruh komisioner dan melakukan rekruitmen baru untuk mengisi jabatan komisioner KPU. Permohonan ini, dinilai tidak didasarkan pada dalil yang jelas karena tidak ada satupun argumen yang disampaikan Pemohon menyangkut hal ini dalam positanya.

"Permohonan ini merupakan permohonan yang tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam UU Pemilu, di mana kewenangan Mahkamah tidak pada aspek yang menyangkut tentang Penyelenggara Pemilu, tapi hanya terkait dengan hasil Pemilu," kata dia.

Luhut mengatakan, permohonan yang tidak berdasar secara hukum kepada Mahkamah juga terkait dengan petitum nomor 15 di mana Pemohon memohon mahkamah untuk memerintahkan KPU untuk melakukan audit terhadap sistem informasi penghitungan suara, khususnya namun tidak terbatas pada Situng.

Dia juga mengatakan, tidak ditemukan adanya satu dalil pun yang menerangkan tentang tuduhan penggelembungan dan pencurian suara yang dilakukan Pihak Terkait.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

Petitum Pemohon Tak Berdasarkan Hukum

Luhut mengatakan, petitum atau tuntutan Pemohon nomor 13 dan 15 tidak berdasarkan hukum. Hal ini bukan merupakan kewenangan Mahkamah Konstitusi.

"Petitum Pemohon saling bertabrakan. Misalnya, petitum No 3 meminta ditetapkan perolehan suara yang sah menurut Pemohon akan tetapi pada Petitum 5 meminta Mahkamah mendiskualifikasi Pihak Terkait yang di bagian Petitum No. 3 dimintakan ditetapkan perolehan suaranya," kata dia.

Permohonan Pemohon dinilai merupakan dalil indikatif dan prediktif. Bahkan dalam mendalilkan tentang salah coblos, secara eksplisit Pemohon menggunakan kata prediksi.

Dalildalil Pemohon karenanya menjadi tidak jelas atau kabur sebab didasarkan pada sesuatu yang tidak nyata, jelas, dan dapat diverifikasi secara faktual dan hukum.

"Bahwa berdasarkan uraian tersebut, beralasan bagi Mahkamah untuk menyatakan Permohonan Pemohon tidak dapat diterima," kata dia.