Liputan6.com, Jakarta - Kuasa hukum Prabowo-Sandi, Bambang Widjojanto keberatan atas pembatasan saksi yang dihadirkan dalam sidang sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU). Berdasarkan rapat permusyawaratan hakim konstitusi, seluruh pihak hanya dibatasi mendatangkan 15 orang saksi dan 2 saksi ahli.
"Mahkamah Konstitusi sesuai aturan dan kewenangan mengatur jumlah saksi, tapi kalau untuk membuktikan argumentasi yang kami kemukakan rasanya 15 saksi fakta dan 2 ahli tidak mungkin," ujar Bambang dalam persidangan di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (18/6/2019).
Namun, permintaan Bambang sebagai kuasa hukum pemohon ditolak hakim konstitusi dengan pertimbangan skala prioritas. Hakim Suhartyo mengatakan, untuk sidang sengketa pilpres, surat adalah alat bukti prioritas. Berbeda jika sidang tersebut adalah perkara pidana yang menjadikan keterangan saksi sebagai prioritas.
Advertisement
Selain skala prioritas, hakim Suhartoyo menjelaskan pembatasan jumlah saksi demi kualitas keterangan para saksi itu sendiri.
"Mahkamah ingin lebih menggali kualitas kesaksiannya daripada kuantitas. Makanya mahkamah minta pengertian para pihak," kata Suhartoyo menanggapi permintaan tersebut.
Sementara, hakim konstitusi Saldi Isra mengingatkan pemohon untuk tidak mendramatisir soal perlindungan saksi.
"Ada juga kewajiban aparat. Jadi soal di sini kita masing-masing punya pengalaman. Jadi jangan terlalu mendramatisir," kata Saldi.
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Sudah Ada Regulasi
Suasana tegang kemudian tercipta saat Bambang menimpali pernyataan Luhut Pangaribuan, kuasa hukum Jokowi-Ma'ruf selaku pihak terkait. Ketika itu Luhut mengatakan agar pemohon tidak menciptakan drama terhadap sesuatu yang tidak ada.
"Jangan dramatisasi seuatu yang enggak ada. Kalau betul ada (ancaman) tolong disampaikan di persidangan ini," kata Luhut.
Saling adu argumen tentang perlindungan saksi pun tak terelakan.
Hakim Suhartoyo kemudian menegaskan kepada seluruh pihak bahwa MK tidak berwenang melindungi para saksi di luar area MK. Ia menambahkan perlindungan setiap warga negara sudah diatur dalam undang-undang.
Oleh sebab itu, Suhartoyo meminta agar pihak pemohon tidak terus mendesak MK melakukan tindakan yang berpotensi menimbulkan syak wasangka.
"Sesungguhnya badan peradilan manapun bersifat pasif, artinya dalam ruang lingkup peradilan bersifat privat pengadilan harus sangat hati-hati ketika akan mengambil sikap yang kontennya bisa dinilai pihak lain ini sikap keberpihakan," tegasnya.
Â
Reporter: Yunita Amalia
Sumber: Merdeka.com
Â
Advertisement