Liputan6.com, Jakarta - Sidang sengketa hasil pemilihan presiden di Mahkamah Konstitusi (MK) dengan agenda pemeriksaaan saksi pihak pemohon, yakni Tim Hukum Prabowo-Sandiaga, resmi ditutup.
Sidang MK yang dimulai pada Rabu, 19 Juni 2019 sejak pukul 09.00 WIB itu berlangsung selama 20 jam hingga berakhir pukul 05.00 WIB subuh tadi, Kamis (20/6/2019).
Baca Juga
Nantinya, sidang lanjutan akan kembali digelar hari ini pukul 13.00 WIB. Sidang beragendakan pemeriksaan saksi dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai termohon.
Advertisement
Jika ditotal, ada 16 saksi yang memberikan keterangan untuk kubu Prabowo-Sandiaga. Secara bergantian, mereka bersaksi di depan hakim MK.
Salah satu saksi yang juga perangkat pendamping desa bernama Fakhrida Arianty, mengaku mendapat perintah dari atasannya sesama perangkat pendamping desa untuk memuji pencapaian Jokowi di akun media sosial pribadi masing-masing.
Berikut keterangan-keterangan saksi kubu Prabowo-Sandiaga dalam sidang MK dihimpun Liputan6.com:
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
1. Temukan NIK Siluman
Saksi pihak Prabowo-Sandi, Idham Amiruddin memaparkan temuannya dalam sidang MK mengenai nomor induk kependudukan (NIK) rekayasa, NIK kecamatan siluman, pemilih ganda, dan pemilih di bawah umur.
Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Ashari kemudian bertanya kepada pria yang mengaku sebagai penggiat pembuat software dan konsultan khusus analisis database tersebut, salah satunya mengenai NIK yang disebut saksi rekayasa.
Idham mengaku mendapat DPT dari DPP Partai Gerindra. Namun, dia menyatakan tidak diberi tugas siapapun.
"Saya tidak diberi tugas siapapun, individual, sangat senang saja dapat dapat seluruh Indonesia," kata Idham.
Dia juga mengaku tidak memberi tahu temuan ada NIK rekayasa dan lainnya ke pihak Dukcapil. "Karena yang bertanda tangan KPU. Tidak ada domainnya ke Dukcapil. Saya salah alamat dong," kata Idham.
Namun demikian, dia mengaku pernah memberitahu temuan tersebut ke KPU tempatnya berada di Makassar.
Sementara itu, karena Idham memberi contoh temuan di Kabupaten Bogor dan Sulawesi Selatan mengenai NIK rekayasa, KPU bertanya soal pemenang Pilpres 2019 di kedua wilayah itu.
"Apa saudara tahu dalam Pilpres di Kabupaten Bogor pemenangnya 01 atau 02?" Hasyim Asy'ari.
"Saya tidak tahu, karena target saya pemilihan jujur saja," kata Idham.
"Kami kasih tahu pemenangnya 02 (pasangan capres Prabowo-Sandiaga), 70 persen," sebut Hasyim.
Hasyim juga bertanya mengenai pemenang Pilpres di wilayah Sulawesi Selatan. "Prabowo," jawab Idham.
Sementara itu, KPU Viryan Aziz mencecar saksi Idham mengenai DPT yang diperolehnya dari dari DPP Gerindra pada Februari 2019. Viryan bertanya mengenai apakah saksi Idham mengikuti perkembangan pencocokan DPT.
"Ya sekilas saja, karena ada DPT HP1, DPT HP 2, makanya saya nggak pernah lagi," kata dia. Idham kemudian menambahkan, data yang didapatnya merupakan DPT HP2. Dia juga mengaku tidak tahu bahwa Gerindra memiliki akses membuka data DPT dan menemukan sekitar 700 ribu data ganda.
Viryan kemudian bertanya dalam kepentingan apa saksi menganalisis DPT. "Konteks kejujuran berdasarkan asal pemilu," kata saksi. Dia mengaku, setelah menerima file tidak pernah berhubungan lagi dengan DPP Gerindra," kata dia.
Viryan bertanya apakah pernah mengecek sendiri di lapangan soal penemuan DPT bermasalah? "Saya berdasar perundangan undangan, itu tugas KPU," tandas Idham
Â
Advertisement
2. Temukan 5 Karung Amplop dan Segel Mencurigakan
Beti Kristiana, saksi fakta yang dihadirkan Tim Hukum Prabowo-Sandi dalam sidang MK, mengaku menemukan dugaan kecurangan di Kecamatan Juwangi, Boyolali, Jawa Tengah.
Dia mengatakan ada amplop berhologram dan bertandatangan yang diduganya berkaitan dengan hasil Pemilu. "Saya menemukannya menggunung empat sampai lima karung," kata Beti.
Perempuan berkerudung itu kemudian menelusuri temuannya tersebut ke petugas kecamatan setempat. Namun, dia mendapat informasi, barang-barang tersebut adalah tumpukan sampah.
"Tumpukan sampah kok sampai berkarung-karung? Lalu saya memungutnya beberapa dan diserahkan ke Seknas Prabowo-Sandiaga," tutur Beti yang mengaku salah seorang relawan independen ini.
Majelis hakim kemudian tergelitik soal maksud dan tujuannya ke lokasi tersebut. Beti mengaku mendatangi kecamatan tersebut secara spontan saja dan tidak ada niatan khusus.
Meski, jarak rumah Beti ke lokasi sekitar 50 kilometer dengan lama perjalanan tiga jam.
Beti Kedatangannya juga ditemani empat orang temannya menggunakan sebuah mobil pada 18 April 2019.
Dia juga membawa amplop yang ditemukannya di lokasi tersebut. Namun, setelah diteliti hakim bersama ketiga pihak terkait, amplop yang dibawa itu untuk keperluan Pileg 2019.
"Yang pilpres sudah saya serahkan ke Kertanegara (rumah pemenangan Prabowo-Sandiaga)," kata Beti.
Â
3. Diminta Atasan Cuit Keberhasilan Jokowi atau Pekerjaan Hilang
Perangkat pendamping desa bernama Fakhrida Arianty juga menjadi saksi dalam sidang sengketa Pilpres 2019 di MK dari kubu Prabowo-Sandiaga.
Dalam kesaksiannya, Fakhrida mengaku mendapat perintah dari atasannya sesama perangkat pendamping desa untuk memuji pencapaian Jokowi di akun media sosial pribadi masing-masing.
"Jadi masing-masing dari kami diminta bikin akun sosmed, diminta mentweet atau me-retweet keberhasilan Pak Jokowi. Ujungnya diminta ada kata-kata Terimakasih Pak Jokowi, tapi tidak ada arahan untuk tulis pilih Jokowi," kata Fakhrida.
Selain itu, saksi juga mengaku telah diundang masuk ke dalam sebuah grup bernama JOIN yang menurutnya singkatan dari Jokowi-Cak Imin, walau dia tidak begitu yakin terhadap makna dari akronim tersebut.
"Saya diundang masuk grup oleh rekan se-Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan. Isinya orang-orang sekabupaten ada 70 orang, pekerjaannya sama seperti saya," kata Fakhrida.
Menurut dia, isi dari grup itu gencar menyampaikan narasi dan menakut-nakuti jika program pendampingan desa yang menjadi pekerjaan mereka bisa berakhir alias hilang kalau pemerintahan berganti.
"Artinya kita harus tetap di situ biar program tetap berlanjut, karena kalau tak berlanjut bisa jadi pengangguran," ucap Fakhrida menirukan salah satu anggota di grup tersebut yang tak diingat namanya.
Fakhrida beralasan tak terlalu ingat betul isi grup tersebut lantaran hanya bergabung selama sepekan, tertanggal 15 September 2018.
Â
Advertisement
4. Mengaku Temukan Surat Suara Tercoblos
Sementara itu, saksi lain yang dihadirkan kubu Prabowo-Sandi yakni Risda Mardarina mengaku secara langsung melihat sebanyak 80 surat suara yang sudah tercoblos untuk paslon nomor urut 01, Jokowi-Ma'ruf. Hal itu ditemukan di TPS wilayah Panglima Aim, Kalimantan Barat.
Awalnya ia mendapat laporan terkait adanya surat suara yang sudah tercoblos dari rekannya. Sebagai relawan Prabowo-Sandi, Risda pun mendatangi lokasi dan mendapati dua surat suara yang sudah tercoblos.
"Di sana memang betul surat suara cuma dua yang tercoblos, setelah kita lihat ternyata ada 20, terus kita minta perlihatkan lagi ternyata ada lagi," ujar Risda dalam persidangan.
"Jadi ada berapa yang Anda tahu surat suara tercoblos?" tanya hakim konstitusi, Dewa Gede Palguna.
"Jadi total 80 surat suara," tandasnya.
Atas temuan itu, ia tidak mengadu ke Bawaslu setempat dengan alasan bukan pelanggaran pemilu melainkan meminta petugas TPS melakukan pencoblosan ulang.
Â
5. Sebut Ada Kecurangan TKN saat Beri Pelatihan Pemenangan
Chairul Anas, saksi fakta terakhir yang dihadirkan Tim Hukum Prabowo-Sandiaga, menyebut ada dugaan kecurangan dilakukan Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf Amin saat sidang MK.
Menurut pengalaman saksi sebagai caleg PBB yang sempat ikut kelas materi pemenangan pasangan calon Jokowi-Ma'ruf, pada akhir Februari 2019 selama dua hari di Hotel El Royal Jakarta dalam acara, dia kerap dipaparkan materi slide tentang hal-hal tendensius yang berbau kecurangan demokrasi.
"Di tayangan Pak Moeldoko (memberi presentasi), saya yang menerima sebagai caleg ini cukup mengagetkan bahwa disampaikan kecurangan suatu kewajaran, kita dilatih untuk curang, karena (kata Moeldoko) kecurangan bagian dari demokrasi. Kami persepsi bahwa ini (curang) diizinkan," kata Chairul.
Selain Moeldoko, saksi Chairul juga mengutip materi disampaikan oleh Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo. Menurut dia, Ganjar menyampaikan materi dengan mengatakan untuk menang aparat sebaiknya tidak netral.
"Kalau aparat netral, buat apa? Disampaikan dengan suara kencang berkali-kali," kata saksi Chairul menirukan perkataan Ganjar.
Chairul juga mengatakan materi serupa juga disampaikan Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristianto. Menurut dia, Hasto menyampaikan diksi menyudutkan pasangan calon nomor urut 02.
"Jadi, Pak Hasto dalam penyampaiannya menggunakan diksi-diksi 02 radikal, pro-khilafah, ya seperti yang ramai-ramai di medsos," Chairul menandaskan.
Advertisement