Sukses

Ahli Kubu Jokowi: MK Tak Pernah Putuskan Diskualifikasi Calon Presiden

Heru menilai, diskualifikasi dapat diputus MK di tingkat pemilihan kepala daerah.

Liputan6.com, Jakarta - Saksi ahli yang dihadirkan tim hukum Jokowi-Ma'ruf Amin, Heru Widodo menjelaskan tidak ada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang diskualifikasi pasangan calon presiden-calon wakil presiden (capres-cawapres).

Menurutnya, diskualifikasi dapat diputus MK di tingkat pemilihan kepala daerah.

"Peserta pemilihan dapat didiskualifikasi dan ditegaskan kewenangan untuk menerima laporan dan menjatuhkan putusan atas pelanggaran-pelanggaran tersebut ada di Bawaslu," kata Heru dalam sidang di MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Jumat (21/6/2019). 

Dia menyebutkan, pasangan calon yang didiskualifikasi KPU atas putusan Bawaslu itu dapat mengajukan keberatan ke Mahkamah Agung (MA). Tetapi bila putusan diskualifikasi itu baru dijatuhkan di MK maka pasangan calon itu tidak bisa mengajukan keberatan.

"Hak untuk mengajukan keberatan dari pasangan calon yang sudah didiskualifikasi sebagaimana diatur dalam hukum positif itu tidak ada karena putusan mahkamah adalah bersifat final dan mengikat," ungkap Heru. 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

2 dari 2 halaman

Jawab Pertanyaan Yusril

Heru pun menjawab pertanyaan yang diajukan ketua tim hukum Jokowi-Ma'ruf, Yusril Ihza Mahendra, tentang putusan MK dengan rujukan putusan MK terkait pilkada, bukan pilpres. Menurutnya, selama ini belum pernah MK memutuskan sengketa pilpres dengan rujukan pilkada.

"Di dalam sengketa hasil pemilihan presiden belum pernah ada preseden yang dijadikan rujukan oleh mahkamah tentang diskualifikasi yang diajukan pada saat sengketa hasil pemilihan, yang ada adalah putusan-putusan pilkada dari 2016, putusannya 2016 tapi penyelenggaraannya 2015, 2016, 2017, 2018," ungkap Heru. 

Sikap mahkamah kata Heru, konsisten bahwa terhadap diskualifikasi yang baru diajukan pada saat pemilu sudah selesai, sudah diketahui pemenang, mahkamah mengatakan itu adalah menjadi wewenang lembaga penegak hukum lain.

 

Reporter: Intan Umbari Prihatin

Sumber: Merdeka.com