Liputan6.com, Jakarta - Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi atau Perludem mendorong agar Pilkada Serentak bisa digelar sebelum pemilu nasional, bukan berbarengan atau serentak keseluruhan pada 2024.
"Kalau melihat realita penyelenggaraan Pemilu di 2019, lalu putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 55, kami sendiri di Perludem menganggap tidak layak dan kurang rasional dan logis kalau kita memaksakan pilkada serentak nasional itu tetap pada tahun 2024," ujar Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini, di Jakarta, seperti dikutip dari Antara, Selasa (3/3/2020).
Baca Juga
Menurut dia, ada 101 daerah yang habis masa jabatan kepala daerahnya di 2022. Kemudian 171 daerah berakhir di 2023. Keduanya bisa menggelar Pilkada pada tahun tersebut, dimundurkan dan bukan serentak semuanya pada 2024.
Advertisement
"Dengan begitu, Pilkada dan Pemilu nasional tidak menjadi tumpang tindih penyelenggaraannya, manfaat penyelenggaraan lebih maksimal, baik dari sisi penyelenggara maupun dari sisi peserta yakni partai politik dan calon kepala daerah," papar Titi.
Pemisahan Pemilu nasional dengan Pilkada, lanjut dia, akan membuat pada peserta konsentrasi penuh untuk setiap penyelenggaraan atau tidak mengabaikan maupun mengorbankan salah satu.
Sehingga, menurut Titi, Pemilu memang benar-benar menghasilkan pemerintahan yang berkualitas sampai ke tingkat daerah.
"Tetapi, kalau kita paksakan desain keserentakannya ala sekarang, Pileg, Pilpres berbarengan April 2024 dan Pilkada Serentak November, kami menduga akan terjadi sebuah kompleksitas dan kekacauan dalam teknis dan proses kepemiluan, dan kita tidak ingin mengulangi itu," kata Titi.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Teknis Pilkada
Menurut Titi, soal teknis Pilkada di 272 daerah yang didorong agar digelar sebelum Pemilu 2024, bisa dilaksanakan serentak pada November 2022 atau awal 2023 bertepatan berakhirnya masa jabatan kepala daerah periode 2018-2023.
"Disatukan berbarengan, pilihannya pada akhir 2022 atau awal 2023, supaya tidak mengganggu persiapan 2024. Itu yang harus segera diputuskan oleh pembuat undang-undang, karena digelar tidak lama lagi, berkaitan dengan teknis penganggaran, kepastian dinamika politik lokal, dan juga kepastian kontestasi bagi partai politik," jelas Titi.
Advertisement