Sukses

Anggota Komisi II: Stimulus Politik Penting untuk Sukseskan Pilkada 2020

Dia menilai stimulus tidak saja untuk bidang sosial dan kemanusiaan, namun juga untuk bidang politik dan demokrasi yang sama pentingnya.

Liputan6.com, Jakarta - Anggota Komisi II DPR RI fraksi PDI Perjuangan Hugua menyoroti besaran anggaran yang disetujui untuk penyelenggaraan Pilkada Serentak 2020. Menurut Hugua, stimulus demokrasi itu penting dan anggaran tersebut harus terealisasi agar terlaksananya pilkada serentak yang akan diselenggarakan pada tanggal 9 Desember 2020. Hari ini, 15 Juni 2020 telah dimulai pentahapan pilkada 2020.

Dari anggaran yang diajukan dalam rapat tersebut sebesar Rp 4,77 triliun yang diusulkan Komisi Pemilihan Umum (KPU), Menteri Keuangan Sri Mulyani menyetujui pemberian anggaran tahap I untuk Pilkada Serentak 2020 sebesar Rp 1,02 triliun.

Anggaran selanjutnya akan diberikan secara bertahap. Hugua mengatakan adanya pandemi Covid-19 berdampak kepada seluruh sektor. Seharusnya stimulus tersebut tidak saja untuk bidang sosial dan kemanusiaan, namun juga untuk bidang politik dan demokrasi yang sama pentingnya.

Karena itu, dia meminta Sri Mulyani untuk juga memikirkan adanya stimulus dalam bidang politik atau demokrasi. "Artinya bantuan sosial ditengah Covid 19 sudah banyak dialokasikan. Sehingga alokasi anggaran untuk pilkada menjadi tertunda. Seharusnya alokasi anggaran untuk politik dan demokrasi juga sama pentingnya,” terang Hugua dalam keterangannya, Senin (15/6/2020).

Menurut Hugua yang juga politisi PDI Perjuangan ini, di sektor ekonomi ada yang namanya stimulus ekonomi, kalau di sosial ada yang namanya stimulus sosial atau bantuan sosial dan seterusnya. “Tidak juga kah berpikir stimulus politik atau stimulus demokrasi? Benar dari teman-teman saya yang dikatakan tadi bahwa ini menyangkut masalah kepemimpinan," tegas Hugua.

Hugua mengatakan semua pihak harus mendukung penyelenggaraan Pilkada Serentak 2020. Dukungan itu penting agar menciptakan Pilkada yang berkualitas meski digelar di tengah pandemi Covid-19. Dengan begitu, output atau hasil yang dicapai juga diharapkan mampu menghasilkan pemimpin daerah yang berkualitas.

"Salah memilih memimpin daerah, ini masalah demokrasi. Tidak ada ekonomi, tidak ada kamtibmas kalau salah memilih pemimpin karena kualitasnya rendah oleh karena pilkada yang tidak benar," ujarnya.

"Oleh karena itu maka saya minta kepada Ibu Menteri Keuangan tidak ada alasan untuk tidak ada anggaran," imbuhnya.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Anggaran Tak Cukup

Ditambahkan Hugua, akibat penyelenggaraan pilkada di tengah Covid 19, maka anggaran sebelumnya sebesar Rp 14,98 triliun berdasarkan Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) seluruh Indonesia kini tidak cukup lagi.

Dari NPHD sebanyak Rp 14,98 triliun tersebut telah digunakan Rp 5,78 triliun untuk pentahapan pilkada sebelum adanya COVID-19 dan sisanya masih Rp 9,2 triliun yang dipending untuk realokasi anggaran di COVID-19 ini.

Namun katanya, setelah adanya COVID-19, anggaran Rp 14,98 triliun tersebut kini sudah tidak cukup lagi dikarenakan adanya komponen pembiayaan yang tidak terpikirkan sebelumnya. "Itu seperti APD ataupun protokol-protokol kesehatan lainnya, baik itu kepada penyelenggara maupun kepada pemilih itu sendiri," ujarnya.

Olehnya itu, katanya, berdasarkan Raker maka disepakati penambahan anggaran sebesar Rp 1,02 triliun untuk digunakan pada tahap pertama pilkada di seluruh Indonesia di Juni 2020 ini.