Sukses

Berisiko Besar, Perludem Harap Pelaksanaan Pilkada 2020 Ditunda

Pilkada Serentak 2020 tetap dilaksanakan pada 9 Desember 2020 meski situasi pandemi Covid-19 belum berakhir.

Liputan6.com, Jakarta - Pilkada Serentak 2020 tetap dilaksanakan pada 9 Desember 2020 meski situasi pandemi Covid-19 belum berakhir. Perkumpulan Pemilu dan Demokrasi (Perludem) khawatir bila pilkada tetap dilaksanakan.

"Kami di Perludem khawatir sekali dengan perkembangan akhir-akhir ini, ada 60 bacalon positif Covid-19. Semakin banyak penyelenggara pemilu yang tertular Covid-19, banyaknya pelanggaran protokol Covid-19 di tahapan pilkada," kata Peneliti Perludem Nurul Amalia, Minggu (13/9/2020).

Dia menuturkan, sejak awal Perludem dan masyarakat sipil lain menyuarakan agar pilkada ditunda. pertimbangannya adalah perilaku masyarakat yang cenderung abai dan tidak disiplin pada protokol Covid-19.

"Nah, kekhawatiran kami terbukti dengan temuan Bawaslu bahwa ada lebih dari 200 daerah yang tidak mematuhi protokol Covid-19 saat pendaftaran bapaslon," ucapnya.

Dia pun menyinggung bila pemerintah melihat kasus negara lain sebagai contoh bahwa pemilu bisa dilakukan di masa pandemi. Menurutnya, keputusan itu bisa diterapkan karena dua hal yaitu pelaksanaan protokol Covid-19 yang ketat dan masyarakat disiplin mematuhi protokol kesehatan.

"Jadi, menurut kami, selama tidak ada komitmen dari penyelenggara pemilu, pihak paslon, dan pihak keamanan untuk menerapkan dan mematuhi protokol Covid-19 secara ketat berikut sanksi yang tegas, sulit sekali pilkada bebas Covid-19. Terus terang, risikonya besar jika pilkada terus dilanjutkan," ucapnya.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

Minta Pilkada Ditunda

Perludem pun setuju dengan Komnas HAM jika tahapan pilkada ditunda. Dia memaparkan, bahwa pihaknya mendapatkan laporan di KPU 50 Kota bahwa pasca penerimaan pendaftaran bacalon seluruh komisioner KPU, seluruh staf, Bawaslu, kepolisian, satpol PP, dan pihak terkait dilakukan swab tes karena salah satu calon bupati dinyatakan positif covid-19.

"Hal seperti di KPU 50 kota terjadi juga di daerah-daerah lain yang ada calon positif Covid dan datang mendaftar ke KPU. Akhirnya, Pilkada kita jadi sangat mahal karena perlu biaya tambahan untuk tes semua orang yang berkontak dengan orang-orang yang positif Covid," ucapnya.

"Dan penyelenggara pemilu sebagai pekerja yang tidak bisa membawa pekerjaan mereka ke rumah juga merasa tidak aman menyelenggarakan tahapan," tambah dia. 

Reporter: Genan

Sumber: Merdeka