Sukses

Bawaslu Bubarkan 48 Kampanye yang Langgar Protokol Kesehatan Covid-19

Anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar, mengatakan Bawaslu bekerja sama dengan kepolisian membubarkan kampanye yang melanggar protokol kesehatan tersebut.

Liputan6.com, Jakarta Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) membubarkan 48 kampanye yang melanggar protokol kesehatan selama sepekan sejak berlangsungnya tahapan kampanye Pemilihan Kepala Daerah Serentak 2020.

Anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar, mengatakan Bawaslu bekerja sama dengan kepolisian membubarkan kampanye yang melanggar protokol kesehatan tersebut.

Mekanismenya penanganan terjadi pelanggaran, kata dia, saat ada kampanye yang dianggap melanggar, maka pengawas di lokasi langsung meminta peserta dan simpatisan untuk memenuhi syarat yang berlaku.

"Jika satu jam tidak diperbaiki, maka Bawaslu bersama kepolisian akan membubarkan kegiatan tersebut. Seperti di 27 kabupaten/kota, di antaranya Sleman, Lamongan, Pemalang, Samosir, Sungai Penuh, dan Pasaman," kata dia Fritz seperti dikutip dari Antara, Senin (5/10/2020).

Selama sepekan masa tahapan kampanye Pilkada Serentak 2020, Bawaslu juga telah mengeluarkan 70 surat tertulis kepada para peserta yang melanggar aturan protokol kesehatan pencegahan penyebaran COVID-19.

"Surat tersebut merespons kejadian pelanggaran yang terjadi di 40 kabupaten/kota selama awal masa kampanye Pilkada Serentak 2020," ujarnya pula.

Fritz menambahkan dalam menegakkan aturan, Bawaslu bertindak sesuai dengan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 13 Tahun 2020, tentang pelaksanaan pemilihan gubernur dan wakil, bupati dan wakil bupati dan/atau wali kota, dan wakil wali kota serentak lanjutan dalam kondisi bencana nonalam COVID-19.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

Syarat Kampanye

Aturan tersebut memperbolehkan ada pertemuan terbatas maksimal 50 orang, menggunakan masker, jaga jarak minimal satu meter, dan kesiapan alat untuk cuci tangan seperti hand sanitizer.

“Jika ada paslon yang tidak memenuhi salah satu poin tersebut, maka bisa dinyatakan telah melanggar aturan,” kata Fritz menegaskan.

Fritz menyebutkan pesta demokrasi di masa pandemi membutuhkan kreativitas dari penyelenggara pemilu, peserta pemilu, dan masyarakat.

Pasalnya, menurut dia, ada hal yang tidak bisa lagi dilakukan seperti tahapan pilkada merujuk periode sebelumnya karena berpotensi menyebarkan COVID-19.