Liputan6.com, Jakarta - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Surabaya memutuskan laporan warga terkait surat untuk warga yang dikeluarkan Ketua DPP Bidang Kebudayaan PDIP Tri Rismaharini (Risma) agar datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) untuk mencoblos paslon nomor urut satu, Eri Cahyadi dan Armudji, tidak bisa dilanjutkan pada proses penyidikan.
Keputusan tersebut dikeluarkan setelah melakukan penelitian, pemeriksaan dan pembahasan dengan Sentra Gakkumdu (Penegakan Hukum Terpadu) Surabaya. Yakni Bawaslu Surabaya, Polrestabes Surabaya, dan Kejaksaan Negeri Surabaya.
"Sudah diputuskan, tidak ada unsur-unsur pelanggaran dari surat yang dikeluarkan oleh Bu Risma. Seperti tidak ada yang menyebut nama jabatan Wali Kota Surabaya, tidak ada kop surat Pemkot Surabaya," ujar Ketua Bawaslu Surabaya, M Agil Akbar, saat dikonfirmasi, Rabu (16/12/2020).
Advertisement
Selain itu, lanjut Agil, dalam surat tersebut juga tertera barkodenya. Namun, setelah discan barkot tersebut tidak merujuk ke Pemkot Surabaya, tapi muncul website PDI Perjuangan Jatim.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Pasal 71 UU Pilkada Dimaknai Delik Formil
Menurut dia, dalam Pasal 71 Undang-Undang Pilkada dimaknai sebagai delik formil. Yaitu suatu delik yang tidak harus menimbulkan akibat, dan diduga bahwa surat yang dikeluarkan Risma tersebut dibuat untuk menguntungkan salah salah satu paslon, yakni paslon nomor urut satu.
Namun, meskipun delik formil dapat dibuktikan sebaliknya, bahwa di TKP sesuai laporan nomor 50, paslon nomor satu kalah. Sehingga membuktikan unsur delik menguntungkan atau merugikan salah satu pihak tidak terpenuhi.
"Sehingga keputusan laporan yang ditujukan kepada Bu Risma tidak dapat dilanjutkan ke proses penyidikan. Alasannya, bahwa hasil pembahasan kedua Sentra Gakkumdu Surabaya laporan tersebut tidak memenuhi unsur-unsur pelanggaran tindak pidana pemilihan," jelas Agil.
Advertisement