Sukses

PDIP Jawab Kritik Jusuf Kalla ke Jokowi soal Ikut Campur Urus Pilpres 2024

PDI Perjuangan (PDIP) tak mempermasalahkan kritikan yang disampaikan Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla agar Presiden Joko Widodo atau Jokowi tak ikut campur masalah politik jelang Pilpres 2024.

Liputan6.com, Jakarta - PDI Perjuangan (PDIP) tak mempermasalahkan kritikan yang disampaikan Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla agar Presiden Joko Widodo atau Jokowi tak ikut campur masalah politik jelang Pilpres 2024.

Hal ini disampaikan JK usai Jokowi tak mengundang enam ketua umum partai politik koalisi pemerintah di Istana Merdeka Jakarta.

Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto menyebut hal yang dilakukan Jokowi pernah dilakukan oleh presiden sebelumnya. Bahkan, kata dia, Jusuf Kalla juga pernah masuk dalam tim kampanye Jokowi-Ma'ruf Amin pada Pilpres 2019.

"Ya sebenarnya secara empiris ini juga dilakukan sebelumnya oleh presiden sebelumnya, kemudian juga oleh pak JK sekalipun ketika berbicara dan beliau kan juga menjadi Dewan Pengarah di dalam tim kampanye dari Pak Jokowi-KH Ma'ruf Amin," jelas Hasto kepada wartawan di Gelora Bung Karno (GBK) Senayan Jakarta, Senin (8/5/2023).

"Tetapi tentu saja pak JK berpendapat, ya beliau memang punya kebebasan menyampaikan pendapatnya," sambungnya.

Dia menjelaskan bahwa pertemuan enam ketua umum partai politik di Istana Negara Jakarta, membahas soal kepentingan bangsa dan negara kedepan.

Terkait tak diundangnya Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh dalam pertemuan, hal itu dikarenakan partai tersebut sudah mendeklarasikan dukungan untuk Anies Baswedan sebagai bakal calon presiden 2024.

"Mengapa dari Bapak Surya Paloh tidak diundang, sangat jelas penjelasan dari Bapak Presiden Jokowi, karena memang dari rekam jejak yang disampaikan oleh Bapak Anies Baswedan, itu kan juga menunjukkan hal-hal yang sifatnya berbeda," katanya.

2 dari 3 halaman

Jokowi Selalu Dengar Masukan dan Kritikan

Kendati begitu, Hasto menuturkan bahwa Presiden Jokowi selalu mendengarkan masukan dan krtitikan yang disampaikan untuknya. Hanya saja, Hasto menekankan pertemuan enam ketua umum parpol itu sama sekali tak membahas soal pemenangan Pemilu 2024.

"Sekali lagi, saat itu berbicara tentang bagaimana soliditas pemerintah ini dibangun untuk keberhasilan di dalam menyiapkan pemimpin dalam pengertian kebijakan-kebijakan yang berkesinambungan pada tahun 2024 yang akan datang. Tidak berbicara tentang bagaimana memenangkan Pemilu tahun 2024," tutur Hasto.

Sebelumnya, Wakil Presiden RI ke-10 dan 12, Jusuf Kalla meminta Presiden Joko Widodo atau Jokowi netral terhadap Pemilu 2024. Bahkan, menurut dia, jika itu membahas pembangunan negara, maka Ketua Umum NasDem Surya Paloh seharusnya diundang dalam pertemuan parpol koalisi pemerintahan.

"Tapi kalau bicara pembangunan saja mustinya NasDem diundang," ujar pria yang akrab disapa JK di kediamannya, Jalan Brawijaya, Jakarta Selatan, Sabtu (6/5/2023).

Menurut dia wajar bila Jokowi mengundang para ketua umum partai pendukungnya untuk membahas masalah kebangsaan.

3 dari 3 halaman

Pertemuan Digelar di Istana

Pertemuan itu digelar di Istana bukan hal yang perlu dipermasalahkan. Namun, ia menitikberatkan perlunya NasDem dilibatkan juga karena masih menjadi partai pendukung pemerintah.

"Ini kan bukan yang pertama tidak diundang tapi, sebagai, kalau pertemuan membicarakan karena ini di Istana membicarakan tentang urusan pembangunan apa tuh wajar saja," kata politikus senior Golkar ini.

JK menduga Jokowi mengumpulkan enam ketua umum partai pro pemerintah di Istana untuk bicara urusan politik. Maka itu NasDem yang memiliki sikap politik mendukung tokoh oposisi Anies Baswedan sebagai calon presiden, tidak diundang.

"Berarti ada pembicaraan politik," ujarnya.

JK pun meminta Jokowi tidak terlibat lebih jauh dalam masalah perpolitikan jelang Pemilu 2024. Jokowi seharusnya mencontoh Presiden Megawati Soekarnoputri dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

"Menurut saya, Presiden seharusnya seperti ibu Mega, SBY, itu akan berakhir maka tidak terlalu jauh melibatkan diri dalam suka atau tidak suka dalam perpolitikan. Supaya lebih demokratis," pungkasnya.