Liputan6.com, Jakarta Musyawarah Rakyat (Musra) yang digelar gabungan relawan Presiden Jokowi menghasilkan sejumlah nama calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).Â
Meski Dewan Pengarah Musra Andi Gani menyebut jelas tiga capres yakni Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo, dan Airlangga Hartarto, serta empat cawapres yakni Mahfud MD, Moeldoko, Arsjad Rasjid, dan Sandiaga, namun dalam arahannya, Presiden Jokowi tak menyebut satu nama pun.
Baca Juga
Jokowi hanya melempar banyak kode-kode keras politik. Orasi satu jam lebih dengan secarik kertas kecil, Jokowi menyebut kebutuhan pemimpin Indonesia di masa depan.
Advertisement
"Presiden Jokowi menyampaikan kriteria capres-cawapres yang dibutuhkan. Menyinggung soal tantangan demokrasi, ekonomi, hingga percaturan geopolitik global. Masalahnya lebih condong ke siapa kode pemimpin yang dibutuhkan itu melihat dari hasil nama-nama rekomendasi Musra?" tanya Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis Agung Baskoro dalam keterangannya, Selasa (16/5/2023)
Agung mencatat, Presiden Jokowi berulangkali menekankan soal kriteria utama capres yang Ia inginkan merakyat, berani, paham geopolitik, menguasai strategi ekonomi, berani antikorupsi dan komitmen terhadap demokrasi. Dari semua kriteria itu, hampir seluruh nama yang diserahkan mengarah pada masing-masing nama.
"Merakyat Ganjar, berani dan paham geopolitik dunia Prabowo, paham tantangan ekonomi dan strateginya Airlangga mungkin dengan Sandiaga, dan berani antikorupsi serta demokrasi, Mahfud MD," paparnya.
Lantas, mengapa Jokowi tak menyebut nama? Kata Agung, ini mempertegas peran Presiden Jokowi sebagai king maker dalam dinamika koalisi capres-cawapres yang didukung.Â
Jokowi dinilai sengaja tidak menyimpulkan satu pasangan nama karena dinamika pembentukan koalisi masih berjalan hingga jelang penutupan pendaftaran ke KPU. Melihat peta politik dan kode, maka praktis nama Prabowo sama kuatnya dengan Ganjar sebagai capres yang akan didukung Jokowi.
"Dengan tidak menyebut nama, ini memastikan Presiden Jokowi memiliki dua keranjang telur dalam Pilpres 2024 nanti," tuturnya.Â
Peluang Airlangga Jadi Cawapres
Lantas siapa cawapres yang paling mungkin? Soal cawapres ini, lanjutnya, ada beragam pertimbangan, utamanya soal elektabilitas dan akseptabilitas yakni penerimaan partai terhadap sosok cawapres, hingga isi tas soal pembiayaan pilpres, dan keempat tentang kapasitas.
"Dari nama hasil Musra, poin elektabilitas dan kapasitas bisa menjadi kelebihan dari Mahfud MD dan Sandiaga. Namun soal akseptabilitas partai, Sandiaga menjadi minor karena hijrah dari Gerindra. Sedangkan Mahfud dengan integritasnya, sering dianggap berseberangan dengan agenda-agenda politik partai," tuturnya.
Menurut Agung, di titik inilah, Airlangga Hartarto yang direkomendasikan sebagai capres, justru bisa bergeser sebagai cawapres. Karena selain sebagai Menko Perekonomian, ia juga ketum partai besar.
"Meskipun, masih mengemuka problem akut soal elektabilitas. Maka tinggal Presiden Jokowi, Prabowo, Megawati yang bisa memutuskan apa yang terbaik untuk Prabowo maupun Ganjar," pungkasnya.
Â
Mahfud Md Memiliki Nilai Tawar yang Kuat
Agung menambahkan, dari sekian nama yang muncul di Musra kemarin, Mahfud adalah sosok yang cukup memiliki nilai tawar yang kuat. "Mahfud memiliki nilai tawar yang kuat, selain memiliki pengalaman yang cukup mumpuni di pemerintahan, ia juga dikenal memiliki integritas yang tidak diragukan," jelas Agung.
Jika rakyat menghendaki calon pemimpin yang memiliki komitmen kuat terhadap pemberantasan korupsi, menurut Agung, Mahfud adalah orang yang tepat.
"Berbicara berani antikorupsi dan komitmen terhadap demokrasi sebagaimana ditegaskan Jokowi dalam Musra kemarin, Mahfud adalah orang yang tepat," pungkas Agung.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum (Waketum) Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani menilai, nama Mahfud MD turut masuk dalam radar partainya sebagai cawapres.
"Saya kira kalau sepanjang terkait dengan nama cawapres hasil Musra, baik Pak Mahfud dan Pak Sandiaga, itu nama yang radarnya kuat di PPP," kata Arsul Sani.
Advertisement