Liputan6.com, Jakarta - Menteri BUMN Erick Thohir berdasarkan temuan terbaru dari lembaga riset internasional, Ipsos, menjadi calon wakil presiden (cawapres) dengan sentimen positif tertinggi pada generasi muda.
Generasi muda yang di maksud di sini adalah anak-anak muda yang termasuk dalam kategori Gen Z dan milenial.
Baca Juga
Managing Direktur Ipsos Indonesia Soeprapto Tan menyatakan sentimen positif yang diterima oleh Erick Thohir lantaran sosoknya yang merupakan seorang profesional, bukan cawapres yang datang dari kalangan partai politik. Hal ini menjadi daya tarik kuat bagi generasi muda Indonesia untuk mempertimbangkan menteri andalan dan kepercayaan Presiden Jokowi tersebut untuk menjadi Wakil Presiden (Wapres) Indonesia selanjutnya.
Advertisement
“Ketokohan Erick Thohir beda dengan tokoh potensial yang masuk bursa bakal cawapres lainnya yang rata-rata berasal dari parpol, sementara Erick Thohir bukan dari parpol,” tutur Soeprapto Tan.
Berdasarkan temuan dari Ipsos, Erick Thohir mendapatkan sentimen positif atau akseptabilitas tertinggi sebagai cawapres di angka 47,0 persen. Ketum PSSI ini hanya mendapatkan sentimen negatif sebesar 3,7 persen.
Angka sentimen positif tersebut jauh mengungguli kandidat cawapres lainnya seperti Gubernur Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil dan Menaparekraf Sandiaga Uno. Di mana keduanya merupakan kader dari parpol yakni Golkar dan PPP.
Diketahui, Ridwan Kamil berada di belakang Erick Thohir dalam perolehan sentimen positif dengan angka 17 persen. Sedangkan Sandiaga Uno hanya 6,3 persen, keduanya terpaut sangat jauh dari Erick Thohir dalam bursa cawapres generasi muda Indonesia.
Metodologi Riset Gunakan Mesin Analitik
Di sisi lain, Peneliti Senior Ipsos Indonesia, Arif Nurul Imam menyatakan metodologi riset menggunakan bantuan dari mesin analitik sosial media, Ipsos Synthesio. Ia menjelaskan mesin analitik sosial media ini bisa membaca percakapan di sosial media, di berbagai platform seperti, Instagram, Twitter, Facebook, dan Tiktok.
Dengan kecanggihan tersebut, pengguna dapat memetakan harapan dan aspirasi publik, termasuk generasi Z dan milenial melalui sosial media.
“Di tengah masifnya kemajuan teknologi, percakapan di sosial media tentu dapat menjadi gambaran untuk mengukur akseptabilitas sosok atau tokoh, apalagi kita tahu Pemilu kedepan sebesar 52 persen merupakan pemilih yang berasal dari generasi Z dan milenial yang sangat lekat dengan media sosial yang akan jadi bandul politik dalam Pemilu 2024,” terang Arif.
Advertisement