Sukses

Gerindra Sayangkan Isu HAM Kerap Muncul Jelang Pilpres untuk Jatuhkan Capres Prabowo Subianto

Juru Bicara Partai Gerindra Bidang HAM dan Konstitusi Munafrizal Manan menyebut, isu HAM kerap dipakai sejumlah pihak sebagai isu politik musiman untuk menyerang capres yang juga merupakan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto.

Liputan6.com, Jakarta - Juru Bicara Partai Gerindra Bidang HAM dan Konstitusi Munafrizal Manan menyebut, setiap lima tahun sekali atau saat jelang Pemilihan Presiden atau Pilpres, isu hak asasi manusia (HAM) kerap dipakai sejumlah pihak sebagai isu politik musiman untuk menyerang calon presiden (capres) yang juga merupakan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto.

Menanggapi hal itu, Munafrizal Manan menegaskan, menggunakan isu HAM untuk tujuan kepentingan politik Pilpres justru merendahkan marwah hak asasi manusia itu sendiri. Sebab, kata dia, nilai-nilai HAM terlalu mulia untuk sekadar dijadikan sebagai komoditas politik

"Menuduh seolah-olah seseorang sudah pasti bersalah padahal tidak ada putusan lembaga peradilan yang menyatakan seseorang telah bersalah secara sah dan meyakinkan adalah perbuatan yang justru mencederai prinsip HAM," ujar Munafrizal melalui keterangan tertulis, Jumat (28/7/2023).

Menurut dia, semakin isu HAM dipolitisasi untuk kepentingan politik, maka makin menimbulkan sikap antipati di kalangan publik luas.

"Semakin isu HAM diperdebatkan, ternyata semakin menjauh dari upaya menemukan penyelesaian final terbaik bersama yang berkeadilan untuk semua," terang Munafrizal.

Dia menyebut, pelanggaran HAM yang berat merupakan domain hukum. Oleh karena itu, Munafrizal menegaskan, semua harus berdasarkan pada fakta yuridis dan bukti yuridis yang sangat kuat.

"Dalam hukum pidana, pembuktian hukum tidak boleh sedikitpun ada keraguan yang beralasan (beyond reasonable doubt), apalagi yang tidak beralasan, dan juga pembuktian hukumnya harus lebih terang daripada cahaya (in criminalibus, probationes bedent esse luce clariores), sehingga kebenaran materiil hukumnya tak terbantahkan," papar Munafrizal.

 

2 dari 3 halaman

Semua Harus Dibuktikan

Munafrizal mengatakan, menuduh seseorang sebagai pelaku pelanggaran HAM berat harus memenuhi syarat teknis hukum serta pembuktian yang tidak mudah.

"Itulah mengapa pendekatan yudisial yang telah pernah dilakukan dalam perkara Tanjung Priok, Timor-Timur, Abepura, dan Paniai justru berujung dengan putusan Pengadilan HAM yang membebaskan para terdakwa. Dan putusan pengadilan selalu menimbulkan perdebatan pro-kontra baru," kata dia.

Munafrizal menegaskan, tidak ada kesimpulan hukum dan putusan hukum yang menyatakan Prabowo Subianto sudah bersalah menurut hukum.

"Dengan demikian menjadi tidak adil menganggap dan memperlakukan seolah-olah telah nyata bersalah menurut hukum. Padahal setiap orang berhak mendapatkan perlakuan yang adil," ucap dia.

 

3 dari 3 halaman

Tak Semua Rakyat Bisa Terpengaruh

Munafrizal menilai, faktanya tidak semua rakyat terpengaruh oleh modus politisasi isu HAM untuk kepentingan politik sempit. Buktinya, kata dia, Prabowo Subianto didukung rakyat sebanyak 62.576.444 suara (46,85%) dalam Pilpres 2014 dan sebanyak 68.650.239 (44,50%) suara dalam Pilpres 2019.

"Dengan pikiran jernih dan hati lapang kita harus menyadari bahwa ada kompleksitas realitas sejarah yang terjadi pada tahun 1997/1998. Kita harus menilai sejarah secara proporsional. Masa lalu tetap akan menyertai kehidupan manusia, dan masa depan yang lebih baik harus disongsong sepanjang hidup manusia," ucap dia.

"Mari hentikan segala ujaran kebencian, rasa permusuhan, dan benih perpecahan. Kita harus senantiasa menjaga perdamaian dan persatuan Republik Indonesia yang sangat besar, sangat kaya, dan sangat indah ini, yang memiliki potensi menjadi negara maju dan makmur pada masa depan," jelas mantan Wakil Ketua Komnas HAM RI ini.