Liputan6.com, Jakarta - Menko Polhukam Mahfud MD menjelaskan tujuan dari diselenggarakannya pemilihan umum (Pemilu) sebagai sarana untuk mencari sosok pemimpin sesuai amanat konstitusi.
Dalam mencari sosok pemimpin itu, Mahfud mengakui tidak ada calon yang sempurna. Semua calon pemimpin yang ada pasti memiliki kebaikan dan tidak luput adanya kejelekan yang dimilikinya.
Baca Juga
"Tidak mungkin manusia kok itu, calon pemimpin yang paling baik memenuhi syarat ini paling baik memenuhi syarat ini tidak ada celahnya tidak mungkin. Atau ini calon pemimpin yang sangat jelek jangan dipilih karena tidak ada baiknya," kata Mahfud dalam forum diskusi Sentra Gakkumdu, Selasa (8/8/2023).
Advertisement
Sebab, kata Mahfud, semua pemimpin adalah manusia biasa yang pasti ada sisi baik dan ada jeleknya. Sehingga hal itu harus disadari jangan sampai masyarakat tidak memilih, hanya karena merasa tidak ada pemimpin yang baik.
"Jangan tidak memilih, pilihlah yang kejelekannya paling sedikit, karena pemimpin harus ada. Kalau tidak saudara sekalian, maka kita sendiri yang akan rugi," ujarnya.
Mahfud pun mengutip sebuah pepatah tentang tujuan dari Pemilu yang dilaksanakan bukan sekedar mencari pemimpin baik. Namun sebagai sarana menghalangi pemimpin yang jahat untuk berkuasa.
"Karena ada sebagai orang filsuf politik itu mengatakan. Begini, pemilu itu bukan mencari pemimpin yang baik. Pemilu itu sulit loh menghadirkan pemimpin yang baik. Tapi pemilu itu adalah untuk menghalangi orang yang lebih jahat untuk menjadi pemimpin," jelasnya.
"Agar orang jahat tidak jadi pemimpin kita itu memilih, pilihlah dari yang terbaik dari yang semuanya memang tidak ada yang baik itu. Relatif, dan ketidakbaikan itu saling dukung gotong-royong membangun negara ini secara bersama-sama," tambah dia.
Â
Pemimpin yang Bisa Tampung Aspirasi Masyarakat
Dengan pertimbangan, mencari pemimpin yang dapat menampung aspirasi masyarakat bukan hanya sekedar menjalankan kepentingan elektoral kelompok. Termasuk, tidak memanfaatkan politik identitas untuk mendiskriminasikan lawannya.
Ia pun menjelaskan perbedaan antara politik identitas dengan identitas politik. Dimana, setiap orang pasti memiliki identitas politik berdasarkan baik ikatan agama, ras, suku, maupun kedekatan.
"Apakah Memilih berdasarkan itu (identitas Politik) tidak boleh? Boleh. Tetapi jangan itu menjadi hal utama. Apalagi dijadikan alat diskriminasi orang lain," tuturnya.
Â
Reporter: Bachtiarudin Alam
Sumber: Merdeka.com
Â
Advertisement