Liputan6.com, Jakarta - Calon Presiden (capres) Prabowo Subianto meraih dukungan partai politik parlemen untuk PIlpres 2024. Dengan potensi suara partai, Prabowo Subianto dianggap berhasil mengambalikan basis suara di Jawa Barat kembali memberikan dukungan.
Pengamat politik Universitas Padjadjaran Ari Ganjar Herdiansah menilai basis Prabowo sempat goyah ke Anies Baswedan disebabkan adanya keraguan kekuatan Prabowo untuk bisa maju pada Pilpres 2024. Dukungan masyarakat Jabar untuk Prabowo kembali diraih dari Anies setelah adanya kepastian maju pada Pilpres 2024.
Baca Juga
"Nah itu kemudian yang membuat masyarakat Jabar yang mulai kembali ke Prabowo," kata Ari Ganjar, Senin (14/8/2023).
Advertisement
Ari Ganjar melihat, pendukung Prabowo yang semula berada di Anies berbondong-bondong kembali hijrah ke Menteri Pertahanan tersebut. Hal itu dikarenakan masyarakat Jabar melihat Prabowo masih setia dengan karakter kepemimpinan yang tegas ditambah kerja-kerja populasi selama menjabat Menteri Pertahanan.
"Masyarakat tidak lagi melihat Prabowo sebagai bagian dari pemerintahan sekarang, tapi masyarakat melihat Prabowo sebagai bagian dari calon presiden," tambahnya.
Selain itu, kembalinya pendukung Prabowo dari Anies disebabkan oleh salah satu faktor ketidakpastian Anies dalam koalisi Perubahan. Demokrat yang tarik-ulur koalisi dan diisukan akan hengkang pindah ke PDIP membuat Anies semakin berada di posisi mengkhawatirkan.
"Mereka juga melihat bahwa sosok Anies ini masih belum pasti, masih diombang-ambing dan belum ada kejelasan," pungkasnya.
Saat ini, koalisi pengusung Prabowo Subianto telah mencapai 46.09 persen, jumlah terbanyak dari tiga koalisi yang sudah terbentuk. Persentase tersebut secara terbagi ke Fraksi Partai Golkar 85 kursi atau 14,78 persen, Fraksi Partai Gerindra 78 kursi atau 13,57 persen, Fraksi PKB 58 kursi atau 10,09 persen dan Fraksi PAN 44 kursi atau 7,65 persen.
Golkar dan PAN Lebih Nyaman Gabung Prabowo
Analis politik Arifki Chaniago mengatakan, Partai Golkar dan PAN memiliki histori dengan Prabowo. Apalagi Golkar merupakan partai Prabowo sebelum mendirikan Gerindra. Sedangkan PAN adalah partai yang punya sejarah panjang dengan Prabowo saat pilpres 2014 dan 2019.
"Golkar dan PAN ini lebih merasa nyaman dengan Prabowo karena sama-sama punya sejarah. Dalam koalisi politik, ini cukup penting," ujar Arifki dalam keterangan pers diterima, Senin (14/8/2023).
Direktur Eksekutif Aljabar Strategic ini meyakini, sejarah panjang PAN dan Golkar tidak ditemukan jika merapat dengan koalisi Ganjar. Meskipun anggota koalisi pendukung Ganjar adalah pendukung pemerintahan Jokowi.
"Arah dukungan yang diberikan oleh PAN dan Golkar punya arti sendiri ke mana arah KIB itu sebenarnya," ujar Arifki.
Mengingat ke belakang, lanjut Arifki, Golkar dan PAN diketahui pernah bersama-sama mendukung Prabowo di pilpres 2014. Tetapi, saat itu situasinya dua partai tersebut berlawanan dengan Jokowi.
Namun, pada pilpres 2024, semua partai pendukung Prabowo adalah bagian dari pemerintahan Jokowi seperti PKB, Gerindra, PAN, dan Golkar.
"Meski dukungan politik ini tidak terbuka sebagai arah dan sikap politik Jokowi. Secara tidak langsung, partai-partai yang mendukung Prabowo bisa disinyalir sebagai bentuk dari kode yang diberikan Jokowi," kata Arifki.
Arifki mengungkapkan analisisnya turut diperkuat sejumlah tanda. Tanda paling nyata adalah hadirnya dukungan relawan Jokowi, seperti Pro Jokowi (Projo) yang memiliki kecendrungan ke Prabowo dan Jokowi Mania (JoMan) yang berbalik badan dari Ganjar Pranowo kini menjadi tim pemenangan Prabowo Subianto.
Arifki percaya, situasi politik bakal lebih panas jika kandidat yang bertarung hanya dua pasang, Prabowo dan Ganjar. Namun sebaliknya, pertarungan akan menjadi liar jika Anies berhasil memastikan tiket ke gelanggang.
"Karena kompetisi tiga pasang bakal sulit mengarahkan angin politik ke pihak lawan," kata Arifki.
Advertisement