Sukses

Wakil Ketua Komisi II DPR Minta Isu Penundaan Pemilu Tak Lagi Dimunculkan

Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Saan Mustopa menegaskan, penyelenggara Pemilu tetap mengikuti ketentuan UUD 1945 dan perundang-undangan saat menghadapi kemungkinan pemilihan umum tertunda karena situasi darurat.

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Saan Mustopa meminta, wacana atau kemungkinan penundaan Pemilu tidak lagi dimunculkan ke publik. Politikus Partai Nasdem itu khawatir, isu tersebut akan menjadi liar, khususnya menjelang Pemilu 2024.

"Jadi, enggak perlu kita mewacanakan terkait penundaan pemilu. Nanti isunya liar, apalagi misalnya nanti, oh, ada bencana, nanti macam-macam. Menurut saya, dalam situasi menjelang Pemilu 2024, walaupun misalnya untuk (pemilu) yang akan datang, jangan sampai nanti diinterpretasi lain," kata Saan dilansir dari Antara, Jumat (18/8/2023).

Ia menegaskan, penyelenggara Pemilu tetap mengikuti ketentuan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara RI Tahun 1945 dan perundang-undangan saat menghadapi kemungkinan pemilihan umum tertunda karena situasi darurat.

Menurut Saan, UUD Negara RI Tahun 1945 dan ketentuan perundang-undangan yang ada, khususnya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, cukup menjadi pedoman dalam penyelenggaraan pemilu.

"Ya, nanti darurat kan agak susah, ya, agak bias nanti. Sudahlah, (tetap berpedoman pada) undang-undang yang terkait dengan pemilu, baik yang ada dalam Undang-Undang Dasar dan sebagainya. Ya, sudah kita ikuti sekarang," kata Saan kepada wartawan di Kompleks Parlemen MPR/DPR RI, Jakarta, Rabu.

Sebelumnya, Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menyinggung, pentingnya membahas tentang kemungkinan pemilu tertunda karena situasi darurat.

Hal ini ia sampaikan dalam pidatonya saat Sidang Tahunan MPR RI di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu 16 Agustus 2023 lalu.

"Yang menjadi persoalan adalah bagaimana sekiranya menjelang pemilihan umum terjadi sesuatu yang di luar dugaan kita bersama, seperti bencana alam yang dahsyat berskala besar, peperangan, pemberontakan, atau pandemi yang tidak segera dapat diatasi, atau keadaan darurat negara yang menyebabkan pelaksanaan pemilihan umum tidak dapat diselenggarakan sebagaimana mestinya, tepat pada waktunya, sesuai perintah konstitusi; maka secara hukum, tentunya tidak ada presiden dan/atau wakil presiden yang terpilih sebagai produk pemilu," kata Bambang Soesatyo.

 

2 dari 2 halaman

Bamsoet Usul MPR Kembali Jadi Lembaga Tertinggi

Dalam situasi itu, lanjutnya, timbul pertanyaan siapa yang memiliki kewajiban hukum untuk mengatasi keadaan darurat tersebut.

"Lembaga manakah yang berwenang menunda pelaksanaan pemilihan umum? Bagaimana pengaturan konstitusionalnya jika pemilihan umum tertunda? Sedangkan, masa jabatan presiden, wakil presiden, anggota-anggota MPR, DPR, DPD, dan DPRD, serta para menteri anggota kabinet telah habis," katanya.

Untuk itu, ia mengusulkan MPR kembali mendapat kewenangan tertinggi tersebut.

"Idealnya memang, MPR RI dikembalikan menjadi lembaga tertinggi negara sebagaimana disampaikan Presiden ke-5 Republik Indonesia, Ibu Megawati Soekarnoputri saat Hari Jadi ke-58 Lemhannas tanggal 23 Mei 2023 yang lalu," pungkas Bamsoet.

Â