Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (Ketum PKB) Muhaimin Iskandar alias Cak Imin mengklaim dirinya direstui dan didukung oleh para ulama di Jawa Timur sebagai bakal calon wakil presiden (cawapres) mendampingi bakal calon presiden (capres) Anies Baswedan.
Pernyataan Cak Imin itu pun langsung direspons Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (Ketum PBNU) Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya.
Baca Juga
"Pertama kami hanya bisa mengucapkan selamat sudah dapat jodoh, nggak jomblo lagi. Kemudian kalau soal sikap, sudah saya sebutkan berulang kali. Saya tegaskan lagi di sini tidak ada calon atas nama NU. Jadi kalau ada calon itu kredibilitasnya sendiri, kapasitasnya sendiri, track record-nya sendiri dan seterusnya. Tidak ada calon atas nama NU," tutur Gus Yahya di Kantor PBNU, Jakarta Pusat, Sabtu 2 September 2023.
Advertisement
"Kalau ada klaim kiai-kiai PBNU merestui itu sama sekali tidak benar, karena tidak pernah ada sama sekali pembicaraan di PBNU mengenai calon sama sekali. Sama sekali nggak pernah ada pembicaraan di PBNU tentang calon-calon presiden," sambungnya.
Selain itu, Gus Yahya menegaskan, warga Nahdlatul Ulama (NU) bukanlah kerbau yang dicucuk hidungnya sehingga bisa begitu mudahnya disetir dalam kontestasi Pemilihan Presiden atau Pilpres 2024. Anggapan itu pun dinilai sangat menghina.
"NU ini punya warga yang banyak sekali, basisnya sangat luas. Survei terakhir dari Al Farah misalnya, mengatakan 59,2 persen dari populasi NU mengaku sebagai pengikut NU, warga NU," ucap Gus Yahya.
"Nah cuma sekarang mindset orang itu masih banyak yang menganggap warga NU ini kayak kebo-kebo dicucuk hidungnya, ikut ke sana kemari gampang, dan itu anggapan yang menghina sekali kepada warga NU," sambung dia.
Berikut sederet respons Ketum PBNU Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya terkait klaim para ulama mendukung salah satu bakal cawapres maupun capres di Pilpres 2024 dihimpun Liputan6.com:
1. Tegaskan Klaim Didukung Kiai PBNU Tidak Benar
Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya merespon pernyataan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) bahwa para ulama di Jawa Timur telah memberikan dukungan kepada Muhaimin Iskandar alias Cak Imin sebagai calon wakil presiden mendampingi bacapres Anies Baswedan.
"Pertama kami hanya bisa mengucapkan selamat sudah dapat jodoh, nggak jomblo lagi. Kemudian kalau soal sikap, sudah saya sebutkan berulang kali. Saya tegaskan lagi di sini tidak ada calon atas nama NU. Jadi kalau ada calon itu kredibilitasnya sendiri, kapasitasnya sendiri, track record-nya sendiri dan seterusnya. Tidak ada calon atas nama NU," tutur Gus Yahya di Kantor PBNU, Jakarta Pusat, Sabtu 2 September 2023.
"Kalau ada klaim kiai-kiai PBNU merestui itu sama sekali tidak benar, karena tidak pernah ada sama sekali pembicaraan di PBNU mengenai calon sama sekali. Sama sekali nggak pernah ada pembicaraan di PBNU tentang calon-calon presiden," sambungnya.
Gus Yahya menyatakan, pembahasan soal capres-cawapres merupakan domain partai politik. Hal itu pun di luar dari kapasitas PBNU sebagai organisasi keagamaan dan kemasyarakatan.
"Silahkan berjuang untuk mendapatkan kepercayaan rakyat. Tapi saya ulangi sekali lagi tidak ada calon atas nama NU," kata Gus Yahya.
Advertisement
2. Persilahkan Yakinkan Warga, Sebut NU Tak Lagi Jalankan Politik Praktis
Gus Yahya menanggapi adanya kontestan dalam Pilpres 2024 yang mengklaim sebagai representasi Nahdlatu Ulama (NU). Dia pun mempersilakan kontestan tersebut meyakinkan warga NU.
"Soal klaim bahwa ini dari NU, orang NU, ya silakan meyakinkan warga," tutur Gus Yahya.
Gus Yahya menegaskan, PBNU tidak memiliki kekuatan elektoral blok sehingga dapat turun langsung menyatakan dukungan terhadap kontestan Pilpres 2024. Dengan begitu, menjadi tugas masing-masing aktor politik yang berkepentingan untuk meyakinkan warga NU.
"Yang perlu diyakinkan itu bukan NU, bukan kami pengurus NU ini, tapi rakyat," ucap dia.
Gus Yahya pun mengulas pada 1973 lalu, NU memang pernah menjadi partai politik. Namun, para ulama telah bersepakat dan membuat keputusan bahwa NU tidak lagi beroperasi sebagai partai politik dan tidak lagi menjalankan fungsi politik praktis.
"Tetapi kembali kepada fungsinya organisasi keagamaan kemasyarakatan. Itu keputusan muktamar tahun 1984 yang dulu terkenal sebagai keputusan kembali ke khittoh," terang Gus Yahya.
3. Sebut Capres Sudah Kapok Dekati PBNU
Lalu Gus Yahya mengaku sempat didekati oleh pihak partai pengusung calon presiden termasuk dengan sosok yang didukungnya agar turut serta dalam upaya pemenangan Pilpres 2024.
Namun begitu, dia menegaskan PBNU tetap pada pendiriannya sebagai organisasi keagamaan kemasyarakatan.
"Awal-awal ada yang coba-coba (dekati), tapi saya kira sekarang sudah kapok. Pada hari ini sudah kapoklah. Karena kita juga tidak bergeser dari gestur," tutur Gus Yahya.
Gus Yahya mengulas, pada 1973 lalu NU memang pernah menjadi partai politik. Namun para ulama telah bersepakat dan membuat kelutusan bahwa NU tidak lagi beroperasi sebagai partai politik dan tidak lagi menjalani fungsi politik praktis.
"Tetapi kembali kepada fungsinya organisasi keagamaan kemasyarakatan. Itu keputusan mukhtamar tahun 1984 yang dulu terkenal sebagai keputusan kembali ke khittoh," ucap dia.
Berdasarkan hal tersebut, sambungnya, norma NU sebagai organisasi dan lembaga pun tegas tidak mengizinkan sikap memberikan dukungan atau pun menjadi kompetitor dalam kepentingan politik.
"Dan ulama-ulama kita sudah tahu itu. Tetapi semua orang termasuk para ulama punya konsern bahwa pemilu ini bisa berjalan dengan lancar, supaya hasilnya berkualitas, prosesnya aman, itu pasti," terang dia.
Advertisement
4. Tegaskan Jangan Anggap Warga NU Kerbau yang Dicucuk Hidungnya
Gus Yahya menegaskan, warga Nahdlatul Ulama (NU) bukanlah kerbau yang dicucuk hidungnya sehingga bisa begitu mudahnya disetir dalam kontestasi Pilpres 2024. Anggapan itu pun dinilai sangat menghina.
"NU ini punya warga yang banyak sekali, basisnya sangat luas. Survei terakhir dari Al Farah misalnya, mengatakan 59,2 persen dari populasi NU mengaku sebagai pengikut NU, warga NU," tutur Gus Yahya.
"Nah cuma sekarang mindset orang itu masih banyak yang menganggap warga NU ini kayak kebo-kebo dicucuk hidungnya, ikut ke sana kemari gampang, dan itu anggapan yang menghina sekali kepada warga NU," sambungnya.
Menurut Gus Yahya, warga NU saat ini sudah sangat cerdas dan terdidik. Tentu pada akhirnya mereka dapat mengetahui dan menilai mana pihak yang layak dan tidak untuk didukung.
"Nyatanya walaupun PBNU enggak ngomong apa-apa juga, survei rating kan keluar saja. Artinya orang-orang nggak usah dikasih tahu sudah punya pilihan masing-masing. PBNU sekali lagi karena ini keputusan muktamar, tidak bisa menempatkan diri sebagai kompetitor di dalam kompetisi politik seperti ini. Yang kami lakukan kalau memang diperlukan ya memberikan pendidikan kepada rakyat," ucap dia.
Sejauh ini, lanjutnya, rakyat dan warga NU cukup cerdas memilih tanpa harus diajari. Sekalipun dibuat momen perkumpulan para kiai dalam rangka deklarasi dukungan Pilpres 2024, masyarakat tetap punya pilihanannya masing-masing dan harus dihormati.
"Kami tidak mau menganggap warga NU ini harus dicucuk hidungnya, diseret ke sana kemari, tidak mau. Jadi mereka kita serukan untuk mereka menggunakan hak pilih secara bertanggung jawab sesuai pilihannya masing-masing," kata Gus Yahya.
5. Minta Kalau Ada Aktor yang Main Rusak-Rusakan di Pemilu 2024, Jangan Dipilih
Kemudian Gus Yahya mengingatkan, jangan memilih para aktor politik yang malah merusak keutuhan bangsa dan negara Indonesia, termasuk soal urusan calon presiden (Capres) dan cawapres pada Pemilu 2024.
"Dan saya kira rakyat harus menjadikan ini juga sebagai tolak ukur, kalau ada aktor yang main rusak-rusakan ya jangan dipilih, itu saja. Menurut saya ya harus begitu," terang dia.
Dia menyatakan, yang paling bertanggung jawab atas keutuhan bangsa selama kontestasi Pemilu 2024 adalah para aktor politik.
"Supaya damai pertama-tama yang ingin saya sampaikan, yang paling bertanggung jawab apakah pemilu itu berjalan baik atau tidak adalah aktor-aktor politik. Bagaimana kelakuan mereka di dalam berkompetisi itu yang paling menentukan," tutur Gus Yahya.
"Itu harus menjadi kesadaran semua orang, bahwa nomor satu, lepas dari segala macam kompetisi, persaingan dan sebagainya itu keutuhan bangsa dan negara nomor satu. Survival bangsa negara itu nomor satu," sambungnya.
Advertisement
6. Soal Beda Pilihan di Pemilu 2024, Harap Kita Biasakan Diri Berbeda dengan Santai
Gus Yahya pun mendorong terciptanya Pemilihan Umum (Pemilu) termasuk Pemiihan Presiden (Pilpres) 2024 yang aman dan damai. Untuk itu, masyarakat jangan sampai salah dalam bersikap dan bertindak.
"Harus mengembangkan kesadaran bahwa demokrasi ini hanya prosedur saja. Ini bukan soal hidup mati, ini bukan Perang Sabil, ini bukan soal memilih Imam Mahdi, bukan soal begitu, prosedur saja," tutur Gus Yahya.
"Karena kita butuh memilih pemimpin dan sepakat republik dengan demokrasi, caranya menjadi pemimpin harus dengan pemilu prosedurnya, itu saja,” sambungnya.
Menurut Gus Yahya, aktor politik termasuk para kontestan capres-cawapres menjadi pihak yang paling bertanggung jawab dalam menjaga keutuhan bangsa selama kontestasi Pemilu dan Pilpres 2024.
Sementara masyarakat pun mesti sadar bahwa perbedaan pilihan selama ajang demokrasi lima tahunan merupakan hal yang lumrah dan tidak perlu memicu perpecahan.
"Mari kita buat pilihan kita masing-masing, boleh beda. Saya dengan Sekjen ini belum tentu sama pilihannya, dengan yang lain-lain ini. Tetapi mari kita biasakan diri berbeda dengan santai," pungkas Gus Yahya.