Liputan6.com, Jakarta Presiden Joko Widodo (Jokowi) baru-baru ini mengungkapkan memiliki akses ke informasi intelijen tentang partai politik (parpol).
Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago, menilai pernyataan Jokowi soal penggunaan informasi intelijen dalam politik tersebut sangat mengejutkan.
Menurut Pangi, hal ini menimbulkan pertanyaan serius tentang kemungkinan penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) demi kepentingan politik pragmatis pribadi.
Advertisement
"Pernyataan tersebut mempunyai implikasi dan ancaman yang sangat serius terhadap kualitas, nilai-nilai dan roh demokrasi itu sendiri," kata Pangi dalam keterangan tertulis, diterima Senin (18/9/2023).
Pangi menjelaskan, data intelijen tidak tepat dipakai untuk memata-matai ketua umum parpol, memonitor keputusan partai politik, hingga operasi partai politik. Dia menyebut, pernyataan Jokowi justru menimbulkan tanda tanya besar.
"Tanda tanya besar saya adalah data intelijen ini dipakai untuk apa? Betulkah data intelijen untuk keamanan negara? Atau jangan sampai persepsi publik menangkap bahwa data intelijen dipakai untuk operasi partai politik, nakut-nakuti ketua umum parpol dalam rangka mempengaruhi intensitas dan arah koalisi? Seperti seolah-olah presiden terkesan jadi dealer partai politik," jelas Pangi.
Pangi menjelaskan, sangat penting untuk memahami bahwa penggunaan data intelijen dalam politik adalah isu yang sensitif. Menurut dia, harusnya data intelijen dipakai untuk politik negara bukan politik Pemilu musiman lima tahunan.
"Data intelijen seharusnya digunakan untuk kepentingan keamanan nasional dan bukan untuk tujuan politik kelompok dan golongan tertentu," kata dia.
Selain itu, kata Pangi menggunakan informasi intelijen untuk memantau atau memata-matai lawan politik adalah tindakan tidak bisa dibenarkan dan dapat merusak integritas sistem politik dan pemilihan umum (Pemilu).
"Yang lebih mengkhawatirkan, Presiden seharusnya netral dan tidak gunakan kekuasaan untuk memuluskan agenda pribadi," ujar dia.
Pangi, kemudian membeberkan hasil survei terbaru Voxpol Center Research and Consulting per tanggal 2 Agustus 2023. Hasilnya, sebanyak 77,3 persen masyarakat mendukung netralitas presiden.
"Namun kalau secara pribadi Jokowi punya intensitas atau interest tertentu terhadap calon presiden tidak fair juga kita melarang," kata Pangi.
Â
Tak Setuju Presiden Jokowi Cawe-cawe
Pangi berujar sebesar 59,0 persen lainnya tidak setuju dan sangat tidak setuju Presiden Jokowi terlibat aktif dan mempengaruhi (cawe cawe) dalam proses pemilihan presiden 2024.
"Maknanya menolak campur tangan Presiden Jokowi, artinya menolak presiden yang partisan. Demokrasi membutuhkan transparansi, keadilan, dan integritas.
Lebih lanjut, ancaman demokrasi sangat nyata saat pemimpin menggunakan informasi intelijen untuk politik. Hal ini, kata dia dapat merusak kepercayaan publik (trust building) dan melemahkan fondasi demokrasi.
"Penyalahgunaan data intelijen bukan masalah sepele, ini adalah skandal politik yang sangat memalukan. Untuk pertahankan integritas, data intelijen seharusnya digunakan untuk ancaman terhadap kepentingan dan keamanan negara, bukan untuk politik pribadi dan memata-matai lawan politik," kata dia.
Â
Advertisement