Liputan6.com, Jakarta Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi mendapat informasi bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) akan membacakan putusan terhadap uji materiil UU Pemilu terkait batas usia calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) pada pekan ini.
Namun, Budi Arie tak mau mengungkapkan apa hasil putusan MK terkait gugatan batas usia capres-cawapres.
Baca Juga
"Katanya Minggu ini (dibacakan), isunya Minggu ini. Minggu ini," kata Budi Arie di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (9/10/2023).
Advertisement
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) belum mengagendakan pembacaan putusan terhadap uji materiil UU Pemilu terkait batas usia calon presiden dan calon wakil presiden. Salah satu alasannya, MK masih terus menerima permohonan terkait batas usia capres-cawapres.
"Perkara yang sedang ditangani MK saat ini cukup banyak, termasuk permohonan pengujian materiil soal batas usia capres-cawapres dalam UU Pemilu, masih terus masuk," ujar Juru Bicara Mahkamah Konstitusi Fajar Laksono, Selasa (26/9/2023).
MK masih membutuhkan waktu untuk mencermati permohonan uji materiil terkait batas usia capres dan cawapres. Karena semua pihak diminta untuk bersabar menunggu putusan.
"Semua permohonan dan perkara dicermati secara seksama untuk kemudian diputus, belum diputus. Mohon semua pihak bersabar," ujar Fajar.
Karena itu MK sampai hari ini belum bisa memastikan kapan akan digelar agenda pembacaan putusan perkara tersebut.
"Sekiranya sudah siap, pasti akan segera diagendakan pengucapan putusan, termasuk untuk perkara dimaksud," kata Fajar.
Sementara, Ketua Komisi III DPR RI Bambang Wuryanto mengaku belum mendapatkan informasi kapan MK akan menyampaikan putusan terkait batas usia capres dan cawapres.
Menurut Ketua DPP PDIP ini, uji materiil UU Pemilu ini sudah masuk ranah politik. Maka putusannya bakal mengikat ke publik.
"Judicial politik ini JR politik yang masuk ke ranah politik, itu putusannya akan mengikat publik, ingat ya keputusan JR MK mengikat publik ketika mengikat publik dan itu harus dipahami yang kami langgar rumpun mana. Saya tidak mengatakan salah atau benar tapi hakim, ketika melakukan JR untuk JR ke judicial politik kewenangan ku sebenarnya sejauh ini apa gak," jelas Bambang.
Mahfud Md: MK Tidak Berwewenang Ubah Batas Usia
Mahkamah Konstitusi (MK) hingga kini belum berencana membacakan putusan terhadap uji materiil UU Pemilu terkait batas usia calon presiden dan calon wakil presiden. Alasannya, MK masih terus menerima permohonan yang sama.
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan HAM Mahfud MD pun mengkritisi lamanya proses MK dalam menindaklanjuti gugatan masyarakat itu.
“Menurut saya (kasusnya) sederhana sih, kok terlalu lama memutus itu?” ujar Mahfud ketika ditemui di Istana Kepresidenan, Jakarta, pada Selasa, (26/9/2023).
Menurut Mahfud, MK sebenarnya tidak berwenang mengubah aturan tentang batas usia calon presiden dan calon wakil presiden.
Menurut dia, Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) yang sedang diuji itu hanya boleh ditentukan atau diubah oleh DPR dan pemerintah selaku positive legislator.
“Mahkamah Konstitusi itu kerjanya sebagai negative legislator, artinya hanya membatalkan kalau ada sesuatu yang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar. MK tidak boleh membatalkan sesuatu yang tidak dilarang oleh konstitusi,” ujar Mahfud seperti dikutip dari Antara.
Advertisement
Mengacu Pada Sejarah
Mengacu pada sejarah lahirnya MK di Austria pada 1920, kata Mahfud, bahwa pengadilan itu dibentuk sebagai negative legislator. Dengan begitu, MK berperan membatalkan peraturan yang dibentuk oleh parlemen atau DPR.
“Dan kita tidak boleh mengintervensi Mahkamah Konstitusi. Ilmu ini sudah diketahui oleh semua hakim konstitusi. Kita tidak boleh mengintervensi, biar dia melihat sendiri apakah benar ini open legal policy atau tidak,” tutur Mahfud.
“Kalau ini tidak open legal policy berarti ada masalah yang harus segera diselesaikan itu apa, harus jelas nanti di dalam putusannya,” ujar dia.
Sebelumnya, MK menerima banyak permintaan terkait batas usia capres dan cawapres.
Perkara yang diajukan oleh Partai Solidaritas Indonesia, Partai Garda Perubahan Indonesia (Partai Garuda), dan sejumlah kepala daerah meminta usia minimal capres dan cawapres diturunkan menjadi 35 tahun.
Belakangan, Aliansi ’98 Pengacara Pengawal Demokrasi dan HAM meminta MK menetapkan calon yang akan maju dalam Pemilu Presiden 2024 tidak boleh berusia lebih dari 70 tahun.
Permohonan itu mereka klaim bukan untuk menghalangi calon presiden tertentu untuk mengikuti kontestasi, tetapi dimaksudkan untuk menyamakan usia maksimal presiden dengan pejabat publik lain.
Apapun Putusan MK Harus Diterima dan Jalankan
Mahkamah Konstitusi (MK) segera menggelar sidang putusan gugatan terkait batas usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres). Hal itu disampaikan Ketua MK Anwar Usman usai acara penandatanganan kerja sama dengan Kemenko Polhukam di Gedung MK, Jakarta, Selasa (3/10).
Ketua Umum Rampai Nusantara Mardiansyah menyambut baik hal tersebut. Menurutnya, putusan MK ini apapun nanti hasilnya harus dapat diterima sebagai bagian dari proses yang tentunya sudah melalui berbagai pertimbangan para Hakim MK.
"Lebih cepat lebih baik, apapun putusannya harus kita terima dan jalankan. Janganlah soal gugatan batas usia ini seakan-akan hanya mengakomodir kepentingan Gibran semata, kita harus melihat secara luas kalau yang diperjuangkan ini lebih pada soal nilai-nilai yang diyakini bisa menyempurnakan sistem demokrasi kita yang berlaku untuk semua," kata Mardiansyah, Kamis (5/10).
Mardiansyah menilai gugatan terkait batas usia capres dan cawapres bukan untuk memuluskan langkah Wali Kota Solo yang juga anak Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka, untuk ikut kontestasi Pilpres 2024.
"Bukan hanya Gibran, kan belum tentu juga dikabulkan atau kalaupun dikabulkan belum pasti juga Gibran akan menggunakan haknya untuk maju mencalonkan diri sebagai cawapres. Begitupun ketika Gibran memutuskan untuk maju harus dihargai sebagai hak konstitusi yang dimiliki tapi ini kok belum apa-apa sudah heboh dan keliatannya banyak juga pihak sepertinya kebakaran jenggot dan panik," ujarnya.
Advertisement