Liputan6.com, Jakarta - Wali Kota Bogor yang juga Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PAN, Bima Arya menilai, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memperbolehkan capres atau cawapres pada pemilihan umum (pemilu) 2024 berusia 40 tahun atau pernah dan sedang menjadi kepala daerah ke dalam dua analogi.
Hal ini disampaikan Bima Arya usai memimpin apel gelar pasukan Operasi Mantap Brata Lodaya 2023-2024 di lapangan GOR Pajajaran, Bogor, Selasa (17/10/2023).
Advertisement
Baca Juga
Menurut Bima, yang pertama putusan MK soal batas usia dan pengalaman kepala daerah sebagai capres dan cawapres ibarat membuka jalan tol bagi kepala daerah untuk menuju kepemimpinan nasional.
"Putusan MK ini kan ibarat membuka jalan tol bagi kepala daerah untuk menuju kepemimpinan nasional. Jadi kepala daerah itu walaupun usianya masih muda dan masa jabatannya belum lama, tapi bisa 'nyapres' atau cawapres begitu," kata Bima dilansir dari Antara, Selasa (17/10/2023).
Ibarat pendaftaran penerimaan peserta didik baru (PPDB), lanjut Bima, putusan MK itu seperti jalur prestasi bagi siswa-siswa tertentu, kalau punya prestasi tertentu bisa diterima masuk sekolah tertentu.
"Ini pun begitu, kepala daerah yang dianggap pengalaman dan mungkin dianggap berprestasi bisa 'nyapres'. Pertanyaannya adalah bagaimana mengukur pengalaman? Bagaimana mengukur prestasi? Itu pertanyaannya," ujar Bima.
Sebelumnya, MK mengabulkan sebagian permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu mengenai batas usia capres dan cawapres diubah menjadi berusia 40 tahun atau pernah berpengalaman sebagai kepala daerah.
Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 itu diajukan oleh perseorangan warga negara Indonesia (WNI) bernama Almas Tsaqibbirru Re A yang berasal dari Surakarta, Jawa Tengah.
Mahkamah berkesimpulan bahwa permohonan pemohon beralasan menurut hukum untuk sebagian. Oleh sebab itu, MK menyatakan Pasal 169 huruf (q) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu bertentangan dengan UUD NRI 1945.
"Sehingga Pasal 169 huruf (q) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum selengkapnya berbunyi ‘berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah’," ucap Ketua MK Anwar Usman membacakan amar putusan.
Atas putusan itu, terdapat alasan berbeda ("concurring opinion") dari dua orang hakim konstitusi, yaitu Enny Nurbaningsih dan Daniel Yusmic P. Foekh, serta pendapat berbeda ("dissenting opinion") dari empat hakim konstitusi, yakni Wahiduddin Adams, Saldi Isra, Arief Hidayat, dan Suhartoyo.
Â
Alasan MK Kabulkan Gugatan Syarat Pernah Jadi Kepala Daerah Bisa Maju Capres-Cawapres
Mahkamah Konstitusi (MK)Â mengabulkan sebagian dari gugatan terkait batas usia capres-cawapres pada nomor perkara 90/PUU-XXI/2023 yang diajukan oleh seorang mahasiswa asal Solo bernama Almas Tsaqibbirru Re A.
"Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Gambir, Jakarta Pusat, Senin (15/10/2023).
Pada pertimbangan putusan, Hakim Konstitusi Guntur Hamzah mengatakan, batas usia capres-cawapres tidak diatur secara tegas dalam UUD 1945 namun dengan melihat praktik di berbagai negara memungkinkan presiden dan wakil presiden atau kepala negara atau pemerintahan dipercayakan kepada sosok atau figur yang berusia di bawah 40 tahun.
"Serta berdasarkan pengalaman pengaturan baik di masa pemerintahan RIS (republik Indonesia serikat) 30 tahun maupun di masa reformasi UU 48 2008 telah pernah mengatur batas usia presiden dan wakil presiden minimal 35 tahun. Sehingga guna memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada generasi muda atau generasi milenial untuk dapat berkiprah dalam kontestasi Pemilu untuk dicalonkan menjadi presiden atau wakil presiden," kata Guntur.
Guntur menjelaskan, menurut batas penalaran yang wajar, batas usia tidak hanya secara tunggal namun seyogyanya mengakomodir syarat lain yang disertakan dengan usia yang dapat menunjukkan kelayakan dan kapasitas seseorang untuk dapat turut serta dalam kontestasi sebagai calon presiden dan wakil presiden.
Tujuannya, dalam rangka meningkatkan kualitas demokrasi karena membuka peluang putra-putri terbaik bangsa untuk lebih dini berkontestasi dalam pencalonan sebagai presiden dan wakil presiden.
"Terlebih jika syarat presiden dan wakil presiden tidak dilekatkan pada syarat usia, namun dilekatkan pada syarat pengalaman pernah atau sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui elected official," jelas Guntur.
Advertisement