Sukses

Survei Indopol: Ganjar-Mahfud Dinilai Dapat Melakukan Reformasi Hukum

Direktur Eksekutif Indopol, Ratno Sulistyanto menilai pasangan calon presiden dan calon wakil presiden nomor 3 Ganjar Pranowo-Mahfud Md berpotensial memperbaiki dan mereformasi hukum yang mengalami penurunan.

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Eksekutif Indopol, Ratno Sulistyanto menilai pasangan calon presiden dan calon wakil presiden nomor 3 Ganjar Pranowo-Mahfud Md berpotensial memperbaiki dan mereformasi hukum yang mengalami penurunan.

"Jika membaca data hasil Indopol tentang buruknya situasi penegakan hukum di Indonesia, secara kualitatif sepertinya kandidat potensial yang dapat memperbaiki dan mereformasi hukum dengan baik adalah Ganjar-Mahfud," ujar Ratno dalam keterangannya, Selasa (28/11/2023).

"Dalam paslon ini ada faktor Mahfud yang punya pengalaman panjang dalam dunia hukum dan terakhir sebagai Menkopolhukam ia membentuk tim reformasi hukum di Kemenko Pulhukam," Ratno menambahkan.

Diketahui, Indopol merilis survei terbaru yang mengungkapkan penurunan kepuasan publik terhadap pemberantasan korupsi dan pelaksanaan demokrasi di Indonesia. Survei dilakukan pada 6 hingga 12 November 2023.

Retno menyampaikan dalam survei memperlihatkan kepuasan publik terhadap pemberantasan korupsi mengalami penurunan sebesar 7,2 persen, dari 60,48 persen menjadi 53,3 persen sejak Juni 2023.

Begitu pula dengan pelaksanaan demokrasi di Indonesia mengalami tren penurunan sejak Juni 2023 sebesar 6,29 persen, dari 74,11 persen menjadi 67,82 persen.

Ratno menyebut, untuk mereformasi hukum dibutuhkan pasangan capres-cawapres yang memiliki rekam jejak dan pengalaman yang kuat dalam bidang hukum. Menurutnya, hukum berada dalam kondisi memprihatinkan, terutama pasca putusan MK soal batas usia capres-cawapres.

"Berdasarkan survei Indopol yang bekerja sama dengan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang pada 6 - 12 November 2023 terkait pasca-putusan MK nomor 90 tentang persyaratan batas usia pencalonan presiden dan wakil presiden, kinerja pemerintahan Jokowi di akhir masa jabatannya mendapatkan rapor merah," kata dia.

Lihat juga Visi Misi Ganjar Mahfud

2 dari 4 halaman

Butuh Capres Berpengalaman

Di sisi lain, Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) Nasional Julius Ibrani mengatakan untuk menyehatkan hukum dan politik di Indonesia, butuh profil capres-cawapres yang berpengalaman. Julias menilai pasangan Ganjar-Mahfud memiliki pengalaman dalam reformasi hukum.

"Mahfud yang menjadi satunya-satunya calon yang mampu mendobrak kebobrokan hukum. Pilih sosok yang turun ke bumi dan yang berani ungkap kebobrokan. Mahfud memiliki rekam jejak dan pengalaman. Kita butuh orang yang berani ke depan," kata Julius.

Menurut Julius, temuan hasil survei Indopol mengonfirmasi secara penuh apa yang pihaknya sampaikan sejak 2017. Pertama, pemerintah Jokowi pada periode pertama awalnya memberikan harapan dalam reformasi hukum. Namun, sejak periode pertama ada switching hukum.

"Dan sejak tahun 2017 Jokowi mulai berubah, hukum dilihat menghambat investasi dan bikin gaduh. Yang pertama dilakukan adalah dengan merevisi UU KPK. Jokowi tidak menghargai bahkan menghina hukum. Selanjutnya adalah melemahkan KPK, putusan MK tidak dipatuhi. Jokowi kemudian mengabaikan putusan hukum. Berikutnya dia memainkan komposisi di lembaga negara dan sekarang istilahnya bangun koneksi Solo," katanya.

3 dari 4 halaman

Putusan MK Bisa Dikoreksi

Sementara itu, Pakar Politik, Prof Ikrar Nusa Bhakti menilai, dari perspektif politik, putusan MK No. 90 seharusnya bisa dikoreksi karena masih ada waktu sampai ke hari H. Hal yang menjadi persoalan apakah Hakim MK memiliki keberanian atau tidak. 

Menurutnya, masyarakat  ingin para politisi dan presiden menghormati konstitusi dan mengembalikan demokrasi pada relnya.

“Presiden Jokowi kelihatannya akan maju terus dan bagaimanapun caranya Prabowo-Gibran menang Pemilu. Dengan cara apapun harus menang,” tambahnya.

Pada kesempatan sama, Dr. Aan Eko Widiarto selaku Dekan FH Universitas Brawijaya turut mengungkapkan bahwa dari hasil survei Indopol, 84,67% publik menyatakan setuju kondisi sosial, ekonomi, politik dan hukum Indonesia akhir-akhir ini sedang tidak baik-baik saja.

"Putusan MKMK menetapkan telah terjadi pelanggaran kode etik dan kode perilaku hakim dalam proses putusan MK No.90 dan semua hakim juga sudah dijatuhi vonis,” ujarnya.

Selama ini, lanjut Aan, ada pandangan bahwa seakan-akan kalau sudah keluar putusan itu bersifat final dan mengikat, meski dalam proses yang diabaikan. Putusan yang final and bonding ada batasnya.

Dia menilai seharusnya putusan MK dan putusan hakim di lingkungan MA yang diambil dengan proses yang cacat kode etik dan perilaku hakim dan/atau mengandung tindak pidana (Tipikor, dll) berakibat hukum tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum.

 

4 dari 4 halaman

Bentuk Kemunduran Hukum

Senada, Pembina Perludem, Titi Anggraini menilai Pemilu 2024 mengalami kemunduran kepastian hukum yang sangat besar.

"Bahkan di 2024, kita tidak bisa memastikan prosedur dengan tepat. Tidak ada tertib hukum yang menjamin kepastian hukum,” sebutnya.

Titi menjelaskan MK terbawa pada dampak eksesif dari yuridisiasi politik. Ketika MK mengeluarkan putusan No. 90, sulit dipisahkan dari intensi politik. 

"Putusan ini dibuat dalam hitungan hari. Putusan MK No. 90 intensinya untuk Pemilu 2024,” ujar Titi.

Dalam merespon kondisi Pemilu 2024, pilihan aktivisme hukum dan gerakan sosial masyarakat dalam pemilu harus dilakukan dan disolidkan. 

Video Terkini