Sukses

Anies Pilih Contract Farming Ketimbang Food Estate, Ini Alasannya

Calon presiden (capres) nomor urut satu Anies Baswedan menyatakan lebih memilih program contract farming ketimbang food estate.

Liputan6.com, Jakarta Calon presiden nomor urut satu Anies Baswedan menyatakan lebih memilih program contract farming ketimbang food estate.

Hal itu disampaikan Anies saat kampanye pemilu 2024 di Pangalengan, Bandung, Jawa Barat, Rabu (29/11/2023). Anies kemudian menjelaskan alasannya.

"Jadi yang disebut sebagai petani kontrak itu dimana mereka tetap berusaha di wilayah mereka dan pemerintah justru melakukan intensifikasi atas aktivitas pertanian," kata Anies Baswedan.

Menurut Anies, program food estate justru membuat dana tidak diterima rakyat yang bekerja untuk produksi pertanian. Dia menilai, contract farming atau pertanian kontrak lebih menghargai para petani.

"Kalau kita melakukan food estate, maka dana kita itu diberikan ke tempat yang baru ke tempat yang dikelolah oleh koorporasi," ucap Anies.

"Padahal, dana yang sama itu kalau yang diberikan untuk contract framing maka yang menerima rakyat yang selama ini bekerja senyatanya berproduksi. Jadi itulah kenapa kita memilih melakukan contract farming," lanjut dia.

Anies menyatakan, kontrak pertanian bisa memberikan kepastian pasar bagi para petani lewat kerja sama kemitraan dengan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Badan Usaha Milik Negara (BUMN), maupun milik swasta.

Capres yang diusung Partai NasDem, PKB dan PKS itu menyebut, tugas pemerintah ialah menyiapkan regulasi agar produk pertanian dari petani dapat diakomodir semua badan usaha yang ada. Selain itu, kata Anies, kepastian harga untuk para petani pun terpenuhi.

"Kami melihat cara seperti itu akan lebih adil, karena mereka yang selama ini berpuluh-puluh tahun memang memproduksi pertanian," ucap Anies.

2 dari 3 halaman

Kubu Anies Kritik Program Food Estate

Sebelumnya, juru bicara capres Anies Baswedan, Surya Tjandra, menyoroti program lumbung pangan atau food estate yang tengah dilakukan pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Menurut Surya, program tersebut tidak efektif mengatasi krisis pangan. Sebab, seharusnya yang ditanam adalah beras, bukan singkong.

"Food estate ini yang mestinya arahnya adalah nanam beras yang rendah karbon plus tahan iklim. Tapi kalau food estate-nya apa yang dijadikan target oleh pemerintah sekarang ini kan tapioka. Tapioka ini kayaknya belum bisa dimakan, enggak bisa langsung dimakan," kata Surya saat diskusi dengan CSIS di Jakarta Pusat, Kamis (2/11/2023).

Ia pun menyebut singkong yang dihasilkan tak bisa dikonsumsi. Maka dari itu, ia menegaskan seharusnya pemerintah menanam beras.

"Memang besar-besar singkongnya, segede paha, tapi pahit rasanya. Jadi enggak bisa langsung dimakan. Kenapa enggak food estate beras gitu, misalnya. Kenapa enggak mikirin soal itu," ujar Surya.

Lebih lanjut, jubir Anies Baswedan itu juga mempermasalahkan kayu-kayu yang ditebang agar hutan bisa menjadi lahan untuk food estate. Dia pun mempertanyakan keberadaan pohon yang dibabat itu.

"Ini semua dari hutan yang food estate-nya ini kan ngambilnya dari hutan. Hutan dikeluarkan kemudian diratain dan bisa ditanam saat itu. Masalahnya, kayunya ke mana?" tanya Surya.

"Tadinya kan ada kayu. Nah, food estate-nya enggak jadi, kayunya hilang juga. Bagaimana menjelaskan itu?" sambungnya.

3 dari 3 halaman

Cak Imin: Food Estate Terbukti Gagal

Bakal cawapres Muhaimin Iskandar alias Cak Imin sebelumnya menilai program food estate terbukti gagal untuk menjadi program yang meningkatkan produktivitas pangan. Cak Imin punya solusi sendiri untuk meningkatkan produksi pangan nasional.

"Food estate terbukti gagal, maka jalan cepat yang harus dilakukan adalah mengintensifkan tanah-tanah pertanian punya rakyat, diorganisir dengan manajemen bisnis raksasa pangan nasional," kata Muhaimin Iskandar ditemui di Hotel Bidakara, Jakarta, Rabu (27/9/2023).

Cak Imin mengatakan, program food estate itu telah berhenti. Maka itu perlu segera diubah dengan menggunakan lahan milik rakyat.

"(Food estate) sudah berhenti. Makanya ada switch. Switch-nya adalah gunakan lahan-lahan rakyat, intensifikasi, di-manage sebagai perusahaan raksasa negara," kata Cak Imin.

Menurut Cak Imin, untuk meningkatkan produktivitas pangan bukan dengan food estate. Ia yakin dengan membentuk perusahaan negara yang besar dan mengelola tanah atau lahan milik rakyat untuk pertanian menjadi solusinya.

"Kita harus bergeser ya, produktivitas pangan ini benar-benar harus digerakkan secara masif. Bukan melalui food estate, tetapi melalui peningkatan produktivitas lahan dan tanah milik rakyat dan petani," ujar wakil ketua DPR RI ini.

"Dengan cara apa? Dengan cara pengorganisasian manajemen pengelolaan tani yang lebih besar dan dipimpin oleh pemerintah. Maka pemilik tanah-tanah kecil bisa digabungkan dalam satu koordinasi seperti pengelolaan perusahaan dan pemerintah yang memimpin," tegasnya.

Apabila tidak segera dilakukan, Cak Imin khawatir negara terus melakukan impor. Bahkan cadangan pangan untuk masyarakat terancam akan habis.

"Kalau enggak, kita impor terus dan berbahaya. Negara-negara produsen pun satu titik tertentu akibat El Nino, krisis pangan global, akan tidak mengekspor barang ke kita. Kalau kita tidak bisa impor, kita makan dari mana? Kecuali kita berswasembada," ujar Cak Imin.

Â