Sukses

Gubernur Jakarta Ditunjuk Presiden di RUU DKJ, Anies Baswedan: Ini Ironis

Calon presiden (Capres) nomor urut satu, Anies Baswedan mengkritik draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Daerah Khusus Jakarta (DKJ) yang mengatur gubernur dan wakil gubernur bakal ditunjuk presiden usia Ibu Kota pindah ke IKN.

Liputan6.com, Jakarta - Calon presiden (Capres) nomor urut satu, Anies Baswedan mengkritik draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Daerah Khusus Jakarta (DKJ) yang mengatur gubernur dan wakil gubernur bakal ditunjuk presiden usia Ibu Kota pindah ke IKN.

Menurutnya, aturan tersebut ironis mengingat Jakarta dikenal sebagai kota dengan indeks demokrasi tertinggi di Indonesia. Jakarta, ujar Anies bahkan pernah memperoleh mendapatkan Harmoni Award dari Kementerian Agama.

"Demokrasi kita itu harusnya maju bukan mundur dan di Ibu Kota yang memiliki indeks demokrasi yang tertinggi. Jakarta itu indeks demokrasi yang tertinggi, itu salah satu kebanggaan kami ketika bertugas di Jakarta," kata Anies di sela-sela kampanye di Lampung, Kamis (7/12/2023).

Anies menilai, apabila ditetapkan RUU DKJ yang mengatur gubernur ditunjuk presiden itu bakal memangkas hak demokrasi warga DKI Jakarta untuk memilih pemimpin.

"Artinya masyarakat yang rukun, aman, damai bisa berdemokrasi dengan baik di tempat yang tingkat demokrasi yang paling tinggi malah justru dipangkas kebebasan berdemokrasinya," jelas Anies.

Mantan Gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022 ini menganggap aturan itu sebagai sebuah ironi. Sebab, kata dia baiknya kualitas demokrasi di kota besar seperti Jakarta harusnya dicontoh kota-kota lainnya di Indonedia.

"Ini ironis, ini ironis kota yang warga yang sangat matang dalam berdemokrasi seharusnya kota yang menjadi percontohan untuk kebebasan berdemokrasi jangan sampai malah demokrasi itu mundur," ujarnya.

2 dari 3 halaman

Mendagri Tito: Pemerintah Tak Setuju Gubernur Jakarta Dipilih Presiden

Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian turut menanggapi soal Rancangan Undang-Undang (RUU) Daerah Khusus Jakarta (DKJ) yang memuat pasal gubernur dan wakil gubernur Daerah Khusus Jakarta bakal ditunjuk dan diberhentikan presiden.

Tito menegaskan bahwa pemerintah tidak setuju apabila kepala daerah ditunjuk oleh presiden.

"Pemerintah tidak setuju," kata Tito ditemui di Balai Kartini, Jakarta, Kamis (7/12/2023).

Tito menyebut, bahwa pihaknya belum menerima surat dari DPR maupun draf RUU DKJ itu. Nantinya, jika sudah diterima maka Presiden akan menunjuk dirinya dan menteri terkait untuk membahas RUU DKJ itu dengan DPR.

"Saya akan membaca apa alasan sehingga ada ide penunjukan Gubernur dan Wakil Gubernur DKJ oleh presiden yang sebelumnya selama ini melalui pilkada. Kita ingin melihat alasannya apa," ucapnya.

Tito mengatakan, pemerintah juga punya konsep mengenai DKJ, tetapi tidak mengubah mekanisme bahwa kepala daerah ditunjuk presiden. Melainkan tetap melalui proses pemilihan kepala daerah.

"Kenapa? Memang sudah berlangsung lama. Kita menghormati prinsip-prinsip demokrasi, jadi itu yang saya mau tegaskan nanti kalau kita diundang dibahas di DPR. Posisi pemerintah adalah gubernur, wakil gubernur dipilih melalui Pilkada titik, bukan lewat penunjukan," jelas Tito.

3 dari 3 halaman

Baleg DPR Setujui RUU DKJ untuk Dibahas di Tingkat Selanjutnya

Diketahui, Badan Legislasi (Baleg) DPR RI telah menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Jakarta (DKJ) untuk dibahas di tingkatan selanjutnya.

Berdasarkan Bahan Rapat Pleno Penyusunan RUU Provinsi Daerah Khusus Jakarta pada Senin (4/12/2023) kemarin, disebutkan bahwa Gubernur Jakarta nantinya akan dipilih langsung oleh presiden usai Ibu Kota berpindah ke IKN, Kalimantan Timur.

"Gubernur dan Wakil Gubernur ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan oleh Presiden dengan memperhatikan usul atau pendapat DPRD," tulis draf RUU tersebut pada Ayat (2) Pasal 10, dikutip Selasa (5/12/2023).

Selanjutnya, untuk masa jabatan masih sama seperti sebelumnya, yaitu lima tahun dan dapat menjabat selama dua periode.

"Masa jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur selama 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal pelantikan dan sesudahnya dapat ditunjuk dan diangkat kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan," ujar draf RUU tersebut.