Sukses

Milenial dan Generasi Z Punya Peran Penting di Pemilu 2024, Harus Bisa Warisi Jejak yang Baik

Generasi milenial menjadi pemilih terbanyak di Pemilu 2024, diikuti dengan pemilih generasi Z. Tentu dengan adanya pesta demokrasi ini, harus meninggalkan dan mewarisi hal baik, terlebih bagi proses demokrasi yang ada.

Liputan6.com, Jakarta Generasi milenial menjadi pemilih terbanyak di Pemilu 2024, diikuti dengan pemilih generasi Z. Tentu dengan adanya pesta demokrasi ini, harus meninggalkan dan mewarisi hal baik, terlebih bagi proses demokrasi yang ada.

Akademisi Institut Pertanian Bogor (IPB) Meilanie Buitenzorgy mengatakan, semuanya harus sepakat, bahwa ke depan Indonesia selalu mempunyai hukum yang pasti dan menjunjung meritokrasi.

Hal ini disampaikannya dalam diskusi bertajuk 'Problematika dan Kontekstualisasi Demokrasi Indonesia Terkini' yang dihelar oleh Pengurus Sylva Indonesia cabang Institut Pertanian Bogor (IPB), di Kampus IPB, Dramaga, Bogor, Jawa Barat, Rabu (13/12/2023).

"Masa depan Indonesia saat ini ada di tangan anda generasi milineial dan generasi Z, karena anda mendominasi jumlah pemilih di Pemilu. Mari bersepakat bahwa Indonesia yang akan kita wariskan untuk anak cucu kita adalah Indonesia yang berkepastian hukum dan menjunjung tinggi meritokrasi bukan generasi instan," kata Meilanie.

Dia menyadari, masih banyak pertarungan gimik di Pemilu 2024, yang masih mengesampingkan gagasan dari pada calon presiden dan calon wakil presiden. Namun, Meilanie menuturkan, ini terjadi lantaran warisan di Pemilu 2019 di mana akibat munculnya istilah cebong dan kampret.

"Ujungnya obyektivitas rakyat menjadi tak jelas. Seandainya seorang pendukung pemerintahan merasa kebijakan pemerintah sebenarnya salah, tapi ia tak berani mengkritisi karena takut dianggap kampret. Jadi inilah yang merusak demokrasi," jelas Meilanie.

Bahkan, lanjut dia, fenomena politik gimik tak hanya terjadi di Indonesia, tapi di dunia. Misalnya saja pada Pemilu Filipina, terhadap sosok Bongbong Marcos.

"Bongbong bisa naik dengan menggunakan strategi gimik, menggunakan jasa influencer, para artis, bikin konser musik mahal," jelas Meilanie.

Dengan strategi itu, dia bisa menutupi jejak ayahnya Ferdinand Marcos yang otoriter. "Ia menyasar anak muda yang tak paham sejarah ketika Ferdinand memerintah," tuturnya.

Meski demikian, Bongbong bersama pasangannya Sara Duterte mempunyai rekam jejak positif. Sarah misalnya bisa menyelesaikan dua periode pemerintahan sebagai kepala daerah sebelum maju ke pilpres, dan Bongbong tak pernah terlibat dalam dugaan pelanggaran HAM semasa Ferdinand Marcos.

Meilanie pun menyoroti apa yang terjadi di Indonesia, di mana mampu mengemas kandidat yang punya catatan negatif dikemas menjadi positif melalui gimik. Namun, menurutnya hal ini tak lepas karena peran pemimpin Indonesia pasca BJ Habibie dan semua partai politik yang memunculkan nama tersebut.

 

2 dari 3 halaman

Demokrasi Indonesia Punya Sejarah Panjang

Sementara, akademisi University of Western Sydney (UWS), Mohammad Zulfan Tadjoeddin menuturkan, demokrasi Indonesia punya sejarah panjang, dimulai dari masyarakat yang sudah tak mau lagi dengan sistem di era orde baru dan ditumbangkannya era tersebut.

"Rakyat ingin didengar dan tak mau dibungkam. Akhirnya lahirlah Reformasi 1998, orba tumbang. Dan Indonesia pun memasuki masa transisi demokrasi," kata dia.

Karena itu, belajar dari sejarah, emokrasi rusak bukan disebabkan oleh ancaman senjata, tetapi demokrasi bisa jadi dirusak oleh mereka yang terpilih secara demokratis.

"Dan sudah ada banyak contohnya di dunia, dan salah satu contohnya yang terkenal adalah Hitler. Hitler terpilih secara demokratis, tetapi dia membawa Jerman setelah perang dunia pertama menuju perang kedua, negara sangat otoriter. Jadi Demokrasi itu bisa juga dirusak oleh mereka-mereka yang terpilih secara demokratis," jelasnya.

 

3 dari 3 halaman

Mulai Bergerak

Karena itu, akademisi dan juga pengamat politik Airlangga Pribadi memandang para generasi muda Indonesia harus bergerak dan tampil sebagai kelas menengah, kekuatan yang masih diharapkan untuk membela dan mempertahankan demokrasi.

"Ini bukan soal membela capres-capres tertentu, tapi tentang kita menyelamatkan demokrasi kita," kata dia.

Video Terkini