Sukses

Satgas Gakkumdu Temukan 17 Tindak Pidana Pemilu, Ada Politik Uang hingga Kampanye Pakai Fasilitas Negara

Satgas Penegakan Hukum Terpadu atau Gakkumdu mendapat laporan 17 kasus terkait tindak pidana Pemilu 2024 hingga Rabu, (10/1/2024).

Liputan6.com, Jakarta - Satgas Penegakan Hukum Terpadu atau Gakkumdu mendapat laporan 17 kasus terkait tindak pidana Pemilu 2024 hingga Rabu, (10/1/2024).

"Terdapat 17 tindak pidana pemilu yang ditangani sampai periode 10 Januari 2024," kata Kepala Satuan Tugas Gakkumdu Polri, Brigjen Pol Djuhandani Rahardjo Puro dalam keteranganya, Rabu (10/1/2024).

Adapun 17 dugaan tindak pidana itu dari total 75 laporan hasil dari penyidikan Bawaslu tingkat Kabupaten/Kota dan Provinsi selama tahapan pendaftaran sebanyak10 pelanggaran dan tahap kampanye sebanyak 7 pelanggaran.

“Dan itu semua yang tangani adalah Bawaslu Kabupaten/Kota dan bawaslu Provinsi,” kata dia.

Dengan rincian 5 terkait politik uang, 7 soal pemalsuan, 2 kampanye menggunakan fasilitas pemerintah, 1 kampanye di tempat ibadah atau pendidikan, 1 terkait pihak yang dilarang sebagai pelaksana tim kampanye, dan 1 terkait perusakan alat peraga kampanye atau APK.

Dengan hasil tindak lanjut dari 17 perkara tindak pidana pemilu itu, sudah ada 5 perkara yang dilimpahkan ke pengadilan. Sementara, 2 perkara dihentikan atau SP3 karena tidak cukup bukti. 

"Sepuluh masih tahap penyidikan," katanya lagi.

Sementata untuk tingkat Bawaslu RI, kata Djuhandani, belum ada laporan terkait tindak pidana yang dikoordinasikan atau diteruskan kepada Bareskrim Polri.

"Sementara sampai hari ini Bawaslu RI belum ada kasus pidana yang diteruskan ke Bareskrim," ujar Djuhandani yang juga menjabat Dirtipidum Bareskrim Polri.

Sekedar informasi jika Satgas Gakkumdu adalah gabungan dari Lembaga Bawaslu serta Instisusi Polri dan TNI, untuk menjamin proses pemilu berjalan dengan baik. Agar mencegah terjadinya ganguan netralitas aparat sampai praktik kecurangan pidana dalam pemilu. 

 

2 dari 3 halaman

Bawaslu Anggap Bansos untuk Kampanye Pemilu Sebagai Politik Uang

Anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), Puadi menyatakan, bantuan sosial (bansos) merupakan program pemerintah yang tidak ada hubungannya dengan Pemilu.

Dia menyebutkan, apabila bansos digunakan sebagai alat kampanye Pemilu maka dapat dikualifikasi sebagai politik uang.

Puadi menjelaskan, bentuk menjanjikan atau memberikan yang diatur oleh Undang Undang yakni seperti untuk memilih peserta pemilu tertentu, ataupun tidak menggunakan hak pilihnya, memilih parpol peserta pemilu tertentu, serta memilih calon anggota DPD tertentu.

"Politik uang tidak hanya dimaknai dengan pemberian saja melainkan ketika sudah ada menjanjikan itu dinamakan politik uang," ungkap dia dalam Diskusi Media bertema 'waspada tsunami politisasi bansos pada Pemilu 2024' di Media Center Bawaslu, Jakarta, dikutip dari situs bawaslu.go.id, Senin (8/1/2024).

Puadi menerangkan, dalam hal bansos digunakan dengan cara melawan hukum secara tidak sesuai mekanisme dan peruntukannya oleh pejabat negara untuk menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu maka berlaku Pasal 547 UU 7 tahun 2017 tentang Pemilu.

Puadi menambahkan, pihaknya mengimbau, kepada seluruh peserta Pemilu untuk tidak menyalahgunakan bansos tersebut untuk kepentingan Pemilu.

"Kita (Bawaslu) nanti akan memberikan imbauan kepada pihak terkait dalam kaitannya dengan bansos yang berhubungan dengan kampanye pemilu. Tapi tidak kemudian penyelenggara untuk menahan (bansos)," kata Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran, Data, dan Informasi itu.

Sebelumnya, Indonesia Budget Center (IBC) mencatat ada ratusan triliun bantuan sosial (bansos) yang digelontontkan pemerintah. Masuk ke tahun politik, dana bansos ini disebut rawan menjadi embel-embel kampanye pasangan calon tertentu.

Direktur Eksekutif IBC Arif Nur Alam memandang ada peningkatan bansos menjelanh pemilu. Contohnya, pada 2024 direncanakan sebesar Rp.496,8 triliun. Angka ini meningkat sebesar Rp.53,3 triliun atau 12 persen dibanding realisasi anggaran perlindungan sosial tahun 2023 yang direalisasikan sebesar Rp.443,5 triliun.

"Jelang Pemilu, Program ini berpotensi tsunami atau dipolitisasi oleh pihak-pihak yang berkepentingan dalam kontestasi politik di Pemilu 2024," ujar dia dalam Diskusi di Media Center Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Jakarta, Minggu 7 Januari 2024.

3 dari 3 halaman

Modus Politisasi Bansos di Pemilu 2024

Lebih lanjut, dia merinci beberapa modus politisasi bansos di tahun politik. Yakni, penyalahgunaan data penerima, penyelewengan dana, penggunaan simbol atau atribut peserta pemilu.

Selanjutnya, personifikasi kebijakan bansos, hingga mempengaruhi preferensi politik masyarakat penerima bansos. Arif juga mencatat setidaknya ada 4 aktor yang bisa terlibat dalam politisasi bansos ini.

Pertama, peserta pemilu. Ini rawan dalam memberikan bansos pada calon pemilih tertentu. Penggunaan simbol partai dalam penyaluran bansos, hingga mengklaim bansos jadi program prestasi individu atau partai tertentu.

Kedua, penyelenggara negara atau ASN. Dengan modus, mendukung atau memihak peserta pemilu tertentu dengan memanipulask data penerima. Menyalurkan bansos secara tidak adik. Serta menggunakan fasilitas negara untuk pemenangan.

Ketiga, BUMN dan BUMD dengan modus menyalurkan bansos melalui perusahaan tertentu untuk mendukung peserta pemilu. Menggunakan dana/aset perusahaan untuk kepentingan kampanye. Serta, memberikan bansos kepada laryawan atau mitra bisnis tertentu.

Keempat, masyarakat penerima dengan modus mendapatkan keuntungan pribadi atau kelompok, misalnya menjual atau menukar bansos dengan barang atau jasa lain. Menerima bansos ganda dari berbagai sumber. Serta, menggunakan bansos untuk mendukung atau menolak peserta pemilu tertentu.

Reporter: Bachtiarudin Alam/Merdeka

Video Terkini