Sukses

Budayawan Bre Redana: Kekuasaan Tidak Ditentukan oleh Survei

Maraknya survei Pilpres belakangan ini mendapat tanggapan dari budayawan Bre Redana dalam Diskusi Kebudayaan di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Rabu (10/01) malam.

Liputan6.com, Jakarta - Maraknya survei Pilpres 2024 belakangan ini mendapat tanggapan dari budayawan Bre Redana dalam Diskusi Kebudayaan di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Rabu (10/01).

“Kekuasaan akan muncul atau jatuh ditentukan oleh mandat langit, tidak oleh survei,” tegasnya.

Mandat langit itu ada tanda-tandanya. “Kalau mandat langit sudah hengkang dari dirinya, ia akan serba salah. Mau ke luar negeri salah, mau tetap di dalam, ya salah juga,” katanya.

Bre tidak menjelaskan siapa penguasa yang dia maksud, ia hanya menyatakan orangnya akan terlihat serba salah. “Itu tanda mandat langit sudah hilang,” tuturnya.

Diskusi Kebudayaan dengan tema “Paran Budayawan dalam Situasi Politik Masa Kini dan Masa Depan” itu dipandu dramawan Amien Kamil dengan panelis Arahmaiani, Bre Redana, dan Taufik Rahzen.

Puluhan seniman, sastrawan, perupa, dan kaum intelektual hadir. Antara lain, Romo Mudji Sutrisno, Mohammad Nasir, Butet Kartaradjasa, Jose Rizal Manua, Isti Nugroho, Miing Deddy Gumelar, dan jurnalis senior Nugroho F. Yudho, Haris Jauhari, Dimas Supriyanto, Herman Wijaya.

Bre Redana, Taufik Razen, dan Arahmaiani juga menyampaikan gugatan terhadap kondisi sosial politik sekarang.

Bre menyayangkan tidak satu pun calon presiden yang punya program penguatan literasi. “Malah bikin makan siang gratis. Apa artinya bagi peradaban,” gugatnya.

Taufik menyoroti hilangnya keseimbangan kekuasaan negara yang berdampak pada pembangunan peradaban. Peradaban dibentuk dari keseimbangan kekuasaan negara dengan spiritual bangsa, antara jagat besar sebagai bangsa dengan jagat kecil pribadi setiap orang.

“Keseimbangan itulah yang dari masa ke masa tak cukup dijaga para pemangku kekuasaan,” kata Taufik.

Sedangkan Arahmaiani yang pernah dipenjara di masa Orde Baru karena karyanya, sampai pada kesimpulan bahwa penguasa tidak peduli membangun peradaban.

“Budayawan tak perlu mengandalkan penguasa dalam membangun peradaban bangsa,” katanya.

2 dari 2 halaman

Arah Peradaban

Dalam kesempatan menanggapi, jurnalis senior dan budayawan Muhammad Nasir menyatakan arah peradaban yang dibangun menjauh dari cita-cita saat bangsa ini dibentuk.

"Bagaimana kita mau membangun peradaban, membangun budaya, sementara di mana-mana kita lihat kebudayaan lokal terus digerus. Bahkan dalam debat Pilpres pun, pertanyaan yang diajukan adalah kapan ekonomi syariah bisa dirasakan di semua sektor,” katanya.