Liputan6.com, Jakarta - Calon Presiden (capres) nomor urut 03 Ganjar Pranowo, mengaku tak mempermasalahkan apabila Presiden Joko Widodo (Jokowi) ikut turun berkampanye untuk salah satu pasangan calon (paslon) di Pemilihan Umum atau Pemilu 2024.
"Ya silakan saja, karena beliau (Jokowi) sudah menyampaikan itu, secara regulasi tidak merlanggar," ujar Ganjar Pranowo di Ruteng, NTT, Jumat (26/1/2024).
Baca Juga
Namun, kata Ganjar, masyarakat akan menilai dan membandingkan pernyataan Jokowi yang kerap berubah. Dahulu Jokowi melarang kepala daerah berkampanye namun kini berubah.
Advertisement
"Semua akan membandingkan pada saat kita dibriefing gubernur kepala daerah semua harus netral. Tapi kondisi ini akan mengambil risiko besar pada demokratisasi dan demokrasi," pungkas Ganjar.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan, tidak ada aturan yang melarang pejabat negara untuk memihak dan melakukan kampanye mendukung salah satu pasangan calon tertentu di Pemilu 2024.
Hal itu dia sampaikan saat menanggapi pernyataan Menko Polhukam Mahfud Md soal banyaknya menteri di kabinet Jokowi yang secara terang mendukung kandidat tertentu meski bukan bagian dari tim sukses.
"Itu hak demokrasi setiap orang, setiap menteri sama saja, presiden itu boleh loh kampanye, presiden boleh loh memihak!,” kata Jokowi di Halim Perdanakusuma Jakarta, Rabu 24 Januari 2024.
Jokowi menambahkan, jika ada menteri atau dirinya sendiri selaku presiden akan berkampanye maka yang dilarang adalah tidak menggunakan fasilitas negara.
"Tapi yang paling penting waktu kampanye tidak boleh menggunakan fasilitas negara," wanti dia.
Jokowi menjelaskan, menteri dan presiden bukanlah sekedar pejabat publik, namun juga pejabat politik. Maka dari itu, memihak dan mendukung kandidat tertentu adalah dibolehkan.
"Masa gini ga boleh? gitu ga boleh ? Berpolitik ga boleh? Boleh! Menteri boleh! Itu saja. Yang mengatur itu tidak boleh menggunakan fasilitas negara," pungkas Jokowi.
KPU: Jokowi Ajukan Cuti ke Dirinya Sendiri Jika Mau Kampanye Pemilu 2024
Sebelumnya, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy’ari menjelaskan jika Presiden Joko Widodo (Jokowi) memutuskan untuk ikut kampanye Pemilu 2024, maka dia akan mengajukan cuti kepada dirinya sendiri.
"Dia mengajukan cuti (kepada dirinya sendiri), iya kan presiden cuma satu," kata Hasyim, di Jakarta, Kamis 25 Januari 2024.
Hasyim, menjelaskan hak politik presiden untuk terlibat kampanye dilindungi dan diatur oleh peraturan perundang-undangan.
Pasal 281 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilu mengatur tata cara presiden ikut kampanye, di antaranya wajib ambil cuti karena selama kegiatannya berkampanye, presiden dilarang menggunakan fasilitas negara, kecuali fasilitas pengamanan dari pasukan pengamanan presiden (paspampres).
Dalam aturan itu, presiden juga cuti di luar tanggungan negara, yang artinya presiden tidak mendapatkan gaji dan tunjangan-tunjangan jika dia ikut kampanye.
Advertisement
Aturan bagi Menteri
Sementara itu, aturan yang sama juga berlaku untuk menteri-menteri yang terlibat kampanye.
"Menteri yang akan berkampanye mengajukan surat izin kepada presiden, dan kemudian presiden memberikan surat izin. Dan, setiap surat yang dibuat para menteri yang akan kampanye, surat izin yang diterbitkan presiden itu, KPU selalu mendapatkan tembusan," kata Hasyim.
Jika presiden nantinya memutuskan cuti untuk kampanye, Hasyim menegaskan pengawasannya nanti menjadi kewenangan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Hasyim menolak menjawab pertanyaan terkait kemungkinan penyelenggaraan pemilu menjadi bias jika presiden ikut terlibat dalam kampanye pemilu 2024.
"Kalau untuk bias apa enggak, silakan cek pasal yang dalam undang-undang seperti apa. Beliau kan menyampaikan pasal dalam undang-undang, kan enggak masalah, wong menyampaikan pasal dalam undang-undang, menyampaikan saja toh. Nah, soal nanti bagaimana di lapangan, faktanya memihak atau enggak, menggunakan fasilitas negara atau tidak, itu kan ada lembaga yang mengawasi kegiatan kampanye itu," kata Ketua KPU RI.
Penjelasan Istana
Istana menanggapi polemik pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) soal kepala negara boleh memihak dan berkampanye.
Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana menyebut, pernyataan Presiden Jokowi itu dalam konteks menjawab pertanyaan jurnalis mengenai menteri yang ikut dalam tim sukses paslon.
"Pernyataan Bapak Presiden di Halim, Rabu 24/01/2024, telah banyak disalahartikan. Apa yg disampaikan oleh Presiden dalam konteks menjawab pertanyaan media tentang Menteri yg ikut tim sukses," kata Ari kepada wartawan, Kamis 25 Januari 2024.
Ari menerangkan, dalam merespon pertanyaan itu, Presiden Jokowi memberikan penjelasan terutama terkait aturan main dalam berdemokrasi bagi menteri maupun presiden.
Dia menuturkan, dalam pandangan Presiden, sebagaimana diatur dalam pasal 281 UU No 7 tahun 2017 tentang Pemilu, bahwa Kampanye Pemilu boleh mengikutsertakan Presiden, Wakil Presiden, Menteri, dan juga Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
"Artinya, Presiden boleh berkampanye. Ini jelas ditegaskan dalam UU. Tapi, memang ada syaratnya jika Presiden ikut berkampanye. Pertama, tidak menggunakan fasilitas dalam jabatannya, kecuali fasilitas pengamanan bagi pejabat negara sesuai aturan yang berlaku, dan kedua, menjalani cuti di luar tanggungan negara," jelasnya.
Ari menambahkan, dengan diijinkannya Presiden untuk berkampanye, maka UU Pemilu juga menjamin hak Presiden untuk mempunyai preferensi politik pada partai atau pasangan calon tertentu sebagai peserta pemilu yang dikampanyekan dengan tetap mengikuti batas yang telah diatur dalam UU.
"Sekali lagi, apa yang disampaikan Presiden Jokowi bukan hal yang baru. Koridor aturan terkait hal ini sudah ada di UU Pemilu. Demikian pula dengan praktek politiknya juga bisa dicek dalam sejarah pemilu setelah reformasi," ucapnya.
Ari lalu mengambil contoh Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri dan Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono yang dulu juga memiliki preferensi politik yang jelas dengan partai politik yang didukungnya.
"Dan ikut berkampanye untuk memenangkan partai yang didukungnya," kata Ari.
Selain itu, lanjut Ari, Presiden Jokowi menegaskan bahwa semua pejabat publik atau pejabat politik harus berpegang pada aturan main. Jika aturan memperbolehkan, maka silakan dijalankan.
"Kalau aturan melarang maka tidak boleh dilakukan. Itu artinya, Presiden menegaskan kembali bahwa setiap pejabat publik/pejabat politik harus mengikuti/ patuh pada aturan main dalan berdemokrasi," pungkasnya.
Advertisement