Liputan6.com, Jakarta - Calon Presiden (Capres) nomor urut satu Anies Baswedan, menilai pentingnya berkampanye dengan cara bertemu publik melalui diskusi, sehingga bisa bertukar pikiran. Dia juga menyoroti kampanye yang mengandalkan gimik seperti berjoget mulai berkurang.
Hal ini disampaikan Anies saat hadir dalam perayaan imlek bersama Komunitas Masyarakat Indonesia Tionghoa (KOMIT) di kawasan Glodok Chinatown, Jakarta Barat pada Senin malam, 29 Januari 2024. Di sana warga Tionghoa mengajaknya berdiskusi ala 'Desak Anies' dengan tajuk 'Kongkow Anies'.
Baca Juga
"Nah alhamdulilah sekarang dengan kita melakukan kegiatan tukar pikiran seperti ini, nampaknya kegiatan kampanye yang hanya joget-joget berkurang volumenya," kata Anies.
Advertisement
Anies menyatakan, saat ini Indonesia tengah menjalankan kontestasi lima tahunan untuk memilih kepala negara. Oleh sebab itu, kata dia para calon kepala negara mestinya fokus menawarkan kualitas dan siap menghadapi publik.
"Iya, karena ketika joget-joget yang datang juga tanya emang kita mau milih penari, pemimpin lah. Kita mau pilih orang buat ambil keputusan bukan? Saya mau tanya a,b,c,d, betul ditanyain," jelas Anies.
"Jadi kita ingin meningkatkan kualitas demokrasi di Indonesia, kita ingin meningkatkan kualitas pemilu di Indonesia, kita ingin meningkatkan kualitas kampanye. Jadi ketika kita bilang perubahan tidak dimulai ketika memerintah, dimulai saat berkampanye," sambung dia.
Anies: Kampanye Lewat Diskusi Cara Hormati Pemilih
Kampanye, lanjut Anies adalah soal penyampaian gagasan untuk kemajuan bangsa. Pemimpin, kata Anies tak sekedar dipilih dari tampilan baliho yang dipajang di ruang publik.
"Kalau sekedar untuk dipajang fotonya pilih saja baliho yang paling keren. Betul tidak? tapi kita mau pilih orang yang mau ambil keputusan atas nama rakyat, atas nama negara pertanyaannya kita mau mengambil keputusan pakai apa memilihnya," kata dia.
Maka, Anies memandang menyerap aspirasi masyarakat lewat dialog dan diskusi amat penting. Dengan begitu, kata dia masyarakat juga diberikan pertimbangan untuk memutuskan siapa calon pemimpin yang dipilih usai saling bertukar pikiran.
"Nanti pada saat menjawab sambil mendengarkan bapak ibu bisa merasakan, saya setuju 100 persen atau 90 persen atau 80 persen atau 30 persen atau saya tidak setuju. Tapi yang pasti calon nomor satu ini memberikan kesempatan bapak ibu untuk nakar berapa persen ada yang tidak ngasih kesempatan, kalau tidak kasih kesempatan dari mana kita tahu?," ucapnya.
Anies menuturkan, kampanye lewat diskusi menjadi caranya menghormati pemilih. Pemilih dibiarkan mengetahui apa yang menjadi gagasan dan pemikirannya untuk Indonesia.
Advertisement
Jawaban Anies Baswedan Saat Ditanya Alasan Diam Ketika Dituding Intoleran
Calon Presiden (Capres) nomor urut satu Anies Baswedan menghadiri perayaan imlek bersama Komunitas Masyarakat Indonesia Tionghoa (KOMIT) di kawasan Glodok Chinatown, Jakarta Barat.
Anies ditemani sang istri Fery Farhati, Co-Captain Timnas Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN), Thomas Tri Kasih Lembong atau Tom Lembong dan Leontinus Alpha Edison.
Kedatangan Anies langsung disambut warga. Mereka berkerumun berdesak-desakan ingin berjabat tangan dengan Anies dan hendak berfoto dengan Anies.
Setibanya di sana, Anies langsung menyusuri kawasan Glodok Chinatown untuk sekedar menyapa warga. Dia juga sempat berhenti di sejumlah pedagang yang menjual ornamen perayaan imlek.
Selepas itu, Anies diajak berdiskusi oleh KOMIT. Acara diskusi itu digelar ala 'Desak Anies' dengan tajuk yang modifikasi.
"Teman-teman Tionghoa mau ngadain Desak Anies namanya Kongkow Anies," kata pembawa acara.
"Mana kopinya pak? Aduh, masa tidak ada kopinya ini" canda Anies.
"Tetap ada desak, masuk tadi desak-desakan lagi. Kembali ke Pancoran rasanya kembali ke rutinitas tahunan. Pokoknya Januari-Februari kita kumpul sini," sambung Anies.
Â
Soal Dicap Intoleran
Pada sesi kongkow itu, Anies dihujani pertanyaan dari seorang peserta yang heran dengan sikap Anies yang selalu diam dicap intoleran. Padahal, dia menilai Anies sebagai sosok yang dekat dengan warga dari berbagai latar belakang.
"Kenapa bapak memilih untuk diam dan tidak banyak mempublikasikan terkait izin pembangunan rumah ibadah yang bapak lakukan khususnya gereja. Padahal hal ini efektif untuk menjadi counter politik identitas atau intoleran yang ditudingkan," kata penanya bernama Marla.
Merespons hal itu, Anies menganggap pemberian Izin Mendirikan Bangunan (IMB) rumah ibadah yang dulu dilakukan saat menjabat gubernur DKI Jakarta merupakan kewajiban. Dia tak mau mempolitisasi hal tersebut.
"Kenapa ya? Saya sih merasa begini, itu hal yang memang sudah harus kami kerjakan dan itu bukan ditempatkan sebagai komoditas untuk kampanye politik. Itu adalah hal yang sudah saya seharusnya kerjakan," kata Anies.
 Â
Advertisement