Sukses

Airlangga soal Film Dirty Vote: Itu Black Campaign Pas Minggu Tenang

Menurut Airlangga, pasangan capres-cawapres nomor urut 02, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka tak terganggu dengam film dirty vote.

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto menyebut film bertajuk 'Dirty Vote' yang menceritakan tentang dugaan kecurangan Pemilu 2024, termasuk kampanye hitam atau black campaign. Terlebih, fim tersebut dikeluarkan saat masa tenang kampanye Pemilu 2024.

"Itu black campaign, ya kalo itu kan enggak perlu dikomentarin . Ya artinya kan namanya juga black movie. Pas minggu tenang akhir-akhir ini," kata Airlangga di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (12/2/2024).

Menurut dia, pasangan capres-cawapres nomor urut 02, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka tak terganggu dengam film dirty vote. Airlangga pun meminta masyarakat menggunakan hak pilihnya pada 14 Februari 2024.

"Ya yang penting tanggal 14 masyarakat perlu nyoblos," ujarnya.

Airlangga menyebut Pemilu 2024 sudah berjalan dengan aman, tertib, dan lancar. Dia mengingatkan semua pihak tak memperkeruh suasana pesta demokrasi lima tahunan ini.

"Kita negara demokrasi terbesar sesudah US dan India. Jadi ya kita dorong aja pemilu sesuai dengan mekanisme yang ada dan kita optimis jangan ada pemilu yang diganggu oleh hal-hal semacam itu," jelas Airlangga.

Masyarakat Indonesia saat ini ramai membahas terkait film dokumenter viral tentang dugaan kecurangan Pemilu 2024. Film tersebut bertajuk "Dirty Vote" dan merupakan film karya sutradara Dandhy Dwi Laksono.

Film Dirty Vote menyoroti desain kecurangan pemilu yang dinilai dapat merusak demokrasi yang ada di Indonesia. Selain itu, film ini mempunyai narasumber dari tiga ahli hukum tata negara yaitu Zainal Arifin Mochtar, Bivitri Susanti, dan Feri Amsari.

Melalui film tersebut ketiga pakar hukum tata negara secara bergantian dengan bersama menjelaskan rangkaian peristiwa yang diyakini sebagai kecurangan pemilu. Film tersebut juga berisi tentang kekuasaan yang disalahgunakan.

Sebagai informasi, Dandhy Dwi Laksono merupakan sutradara yang telah berpengalaman membuat film dokumenter sejenis. Sebelumnya, Dandhy pernah merilis film dokumenter viral bertajuk "Sexy Killers".

2 dari 2 halaman

Film Dituding Berisi Fitnah

Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, Habiburokhman angkat bicara soal film dokumenter "Dirty Vote".

Habiburokhkan mengatakan, film Dirty Bote berisi fitnah. Dia mempertanyakan kebenaran pernyataan pakar-pakar hukum yang hadir di film itu. Habib juga menyangsikan dugaan kecurangan yang diarahkan ke Prabowo-Gibran.

"Sebagian besar yang disampaikan dalam film tersebut adalah sesuatu yang bernada fitnah, narasi kebencian yang sangat asumtif, dan sangat tidak ilmiah," kata Habib dalam jumpa pers di Media Center Prabowo-Gibran, Jakarta, Minggu (11/2/2024).

Habiburokhman mengatakan, film Dirty Vote sengaja dibuat untuk mendegradasi penyelenggaraan Pemilu 2024. Dia menilai tuduhan-tuduhan yang disampaikan dalam film tersebut tak berdasar.

Habiburokhman mengatakan, saat ini masyarakat semakin pintar menyikapi fitnah. Berdasarkan fakta di lapangan dan hasil survei terkini, mayoritas publik faham dengan apa yang telah dikerjakan pemerintahan Presiden Joko Widodo. Sehingga, kata dia, stigma yang dibangun oleh film Dirty Vote akan dimentahkan publik.

"Rakyat tahu pihak mana yang sebenarnya melakukan kecurangan dan pihak mana yang mendapatkan dukungan sebagian besar rakyat karena program dan rekam jejak yang berpihak kepada rakyat," katanya.

"Jadi tindakan mereka menyampaikan informasi yang tidak argumentatif, tendensius, untuk menyudutkan pihak tertentu, berseberangan dengan sikap sebagian besar rakyat. Saat ini saya lihat rakyat begitu antusias dengan apa yang disampaikan Pak Prabowo soal melanjutkan segala capaian pemerintahan yang ada sekarang ya," imbuhnya.

Sebelumnya, sutradara “Dirty Vote” Dandhy Dwi Laksono menyebut filmnya itu sebagai bentuk edukasi untuk masyarakat terutama beberapa hari sebelum mereka menggunakan hak pilihnya saat pemungutan suara pada 14 Februari 2024.

“Ada saatnya kita menjadi pendukung capres-cawapres, tetapi hari ini saya ingin mengajak setiap orang untuk menonton film ini sebagai warga negara,” kata Dandhy.

Dia menjelaskan film itu digarap dalam waktu sekitar 2 minggu, yang mencakup proses riset, produksi, penyuntingan, sampai rilis. Pembuatannya, dia menambahkan, melibatkan 20 lembaga, antara lain Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Bangsa Mahardika, Ekspedisi Indonesia Baru, Ekuatorial, Fraksi Rakyat Indonesia, Perludem, Indonesia Corruption Watch, JATAM, Lokataru, LBH Pers, WALHI, Yayasan Kurawal, dan YLBHI.