Liputan6.com, Jakarta Calon wakil presiden (cawapres) Mahfud Md menanggapi adanya upaya pelaporan terhadap Dandhy Dwi Laksono selaku sutradara Film Dirty Vote, serta tiga sosok pemerannya yakni Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti, Zainal Arifin Mochtar, dan Feri Amsari ke Bareskrim Polri. Menurut Mahfud, hal itu merupakan upaya mengimbangi situasi saat ini.
"Paling dilaporkan hanya untuk mengimbangi situasi sekarang. Enggak apa-apa kok boleh saja, ini negara hukum," ujar Mahfud Md di kediamannya, Jalan Jati/Waru Sambilegi, Maguwoharjo, Depok, Sleman, DIY, Selasa (13/2/2024).
Seniman Butet Kertaredjasa yang juga ada di lokasi menambahkan, kekuatan film Dirty Vote dalam menyerap rasa penasaran publik tidak dapat terbendung. Terlebih total penonton dari beberapa akun Youtube mencapai lebih dari 10 juta hanya dalam waktu sehari.
Advertisement
"Mana ada film Indonesia sekuat itu. Artinya ini publik memang membutuhkan satu informasi yang data akademiknya sangat kuat, yang bukan fitnah, tapi semua berdasarkan data, berdasarkan jejak-jejak digital dan akurasi yang bisa dipertanggungjawabkan," kata Butet.
"Saya berharap orang-orang yang setelah menonton film itu lalu bisa mengambil keputusan dengan jernih untuk menyelamatkan bangsa dan negara ini," kata Butet.
Sebagai budayawan, adanya upaya pelaporan pun menurutnya bagian dari pembungkaman kebebasan berekspresi dan berpendapat. Dia tinggal menunggu saja reaksi kecaman publik yang dapat berbalik menyerang.
"Ya nanti kita berharap yang itu suatu hari nanti kita laporkan gantian. Karena jelas itu melakukan praktik ketidakbenaran. Ini kan kita itu dilindungi oleh undang-undang untuk bebas berpendapat, untuk bebas mengartikulasikan pikiran-pikiran kita. Film itu adalah bentuk ekspresi mengartikulasikan pikiran yang dijamin oleh Undang-Undang 1945," kata Butet.
"Kalau dikit-dikit main lapor, dikit-dikit main lapor, itu artinya bahasa kekuasaan, relasi kekuasaan yang menggerakkan. Dalam praktik demokrasi enggak boleh itu terjadi. Jadi kalau itu dilaporkan, apalagi kemudian diselidiki menjadi kasus kriminal, saya yakin 200 persen seluruh rakyat Indonesia akan bergerak menolong orang yang terhambat kebebasan berekspresinya itu," Butet menandaskan.
Diketahui, Dandhy Dwi Laksono selaku sutradara Film Dirty Vote, serta tiga sosok yang terlibat yakni Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti, Zainal Arifin Mochtar, dan Feri Amsari ke Bareskrim Polri oleh pihak Forum Komunikasi Santri Indonesia atau Foksi. Namun laporan tersebut belum diterima dan masih perlu kelengkapan berkas lainnya.
Komentari Film Dirty Vote, Cak Imin Dilaporkan ke Bawaslu
Sebelumnya, sejumlah advokat yang tergabung dalam Lingkar Nusantara (Lisan) juga melaporkan cawapres 01 Muhaimin Iskandar alias Cak Imin ke Bawaslu. Laporan tersebut dilayangkan karena dianggap melanggar aturan masa tenang pemilu 2024.
Wakil Ketua Umum Lisan, Ahmad Fatoni, mengatakan komentar Cak Imin atas film tersebut dianggap sebagai sebuah bentuk aktivitas kampanye.
Komentar Cak Imin yang dimaksud Advokat Lisan ini adalah cuitan Cak Imin di media sosial 'X', yang juga mengunggah potongan film Dirty Vote dengan keterangan "Ada yang sudah nonton?".
"Kenapa kita buat laporan ke Bawaslu karena status tersebut di-upload pada tanggal 12 Februari, hari Minggu, di mana itu masih dalam masa tenang," kata Fatoni kepada wartawan di Bawaslu, Jakarta.
Terlebih, Fatoni menilai, film yang diunggah di Youtube tersebut di dalamnya juga mengandung ungkapan yang menyudutkan paslon lain.
"Padahal diketahui dalam masa tenang itu tidak boleh ada aktivitas kampanye dalam bentuk apa pun. Jangankan kampanye negatif, kampanye positif pun tidak boleh. Jadi kami menduga ini sudah terjadi pelanggaran pemilu yang dilakukan oleh Pak Muhaimin Iskandar," ungkapnya.
Advertisement
JK Dilaporkan ke Bawaslu karena Komentari Film Dirty Vote
Selain Cak Imin, Advokat Lisan juga melaporkan Wakil Presiden RI ke-10 dan 12 Jusuf Kalla (JK) yang mendukung paslon 01 ke Bawaslu. Meski begitu, Advokat Lisan melaporkan karena JK dianggap membangun narasi negatif saat masa tenang pemilu 2024.
Sementara itu, Ketua Korwil Lisan Banten Alexander Waas menyayangkan pernyataan JK yang dinilai membuat gaduh dan memperkeruh situasi politik di masa tenang pemilu 2024.
"Pada dasarnya kami menghormati beliau sebagai tokoh bangsa, namun di masa tenang seperti sekarang ini semua pihak harus bijaksana karena masa kampanye telah usai, tidak perlu membangun narasi-narasi untuk menguntungkan atau merugikan paslon manapun," kata Alexander.
Komentar JK soal Film Dirty Vote
Wakil Presiden ke-10 RI, Jusuf Kalla (JK), menilai luar biasa soal film dokumenter Dirty Vote. Film ini diketahui mengungkap sejumlah dugaan kecurangan dalam pemilu 2024.
"Tapi semuanya kebenaran kan lengkap dengan foto, lengkap dengan kesaksian. Tapi bagi saya, saya kira ini Dirty Vote, film ini masih ringan dibanding kenyataan yang ada di masa itu. Masih tidak semuanya, mungkin baru 25 persen, karena tidak mencakup kejadian di daerah-daerah kejadian di kampung-kampung. Kejadian bagaimana bansos diterima orang, bagaimana datang petugas-petugas mempengaruhi orang," kata JK di kediamannya, Senin (12/2/2024).
"Jadi masih banyak lagi sebenarnya yang jauh lebih banyak, mungkin sutradaranya lebih sopan lah. Masih sopan, tapi bagi pihak lain masih marah apalagi kalau dibongkar semuanya. Jadi okelah, baguslah untuk meringankan kita bahwa demokrasi seperti yang selalu saya katakan, pemilu yang kotor akan hasilnya menyebabkan pemilih yang tidak sempurna," sambungnya.
Lalu, terkait dengan Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran yang menyebut film tersebut merupakan fitnah, menurut JK, apa yang disampaikan itu harus bisa menunjukkan data atau bukti dari apa yang dikatakannya.
"Semua data dulu keluar baru komentar. Kan tidak ada hanya pidato saja, semua ada datanya, angka-angka, tanggal-tanggalnya, semua lengkap. Jadi ini memberikan, boleh saja mengatakan fitnah, tapi yang mana? Karena semua data," ujar Jusuf Kalla.
Advertisement