Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Benny Rhamdani meyakini jika Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh tidak akan berkompromi dengan pihak yang melakukan kejahatan terhadap demokrasi.
Hal tersebut, dia sampaikan merespons soal pertemuan Presiden Joko Widodo atau Jokowi dengan Surya Paloh di Istana Kepresidenan, Jakarta, Minggu (18/2) malam.
"Kita enggak perlu ragukan idealisme Pak Surya Paloh yang selama ini juga menyampaikan sikap-sikap yang anti untuk berkompromi dengan segala bentuk kejahatan terhadap demokrasi," kata Benny, kepada wartawan, di Gedung High End, Jakarta, Senin (18/2/2024).
Advertisement
Oleh sebab itu, dia meminta agar seluruh pihak tak mencurigai atas pertemuan Surya Paloh dengan Presiden Jokowi.
Sebab, dia meyakini Surya Paloh tidak akan memberikan dukungan kepada pihak yang telah melakukan kejahatan demokrasi.
"Jadi pertemuan itu tidak perlu dicurigai dan kita berprasangka baik dan kita tidak meragukan idealisme Pak Surya Paloh," ujar dia.
Sementara itu, calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 3, Mahfud MD enggan berkomentar terkait pertemuan Surya Paloh dan Presiden Jokowi.
"Enggak tau, masa minta tanggapannya ke saya. Minta tanggapan Pak Surya Paloh dong," kata Mahfud.
Memperkuat Kecurigaan Ada Persoalan dalam Pemilu
Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto menilai, pertemuan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh justru memperkuat adanya dugaan kecurangan Pemilu 2024.
"Upaya-upaya konsolidasi yang justru dilakukan ketika pemilu belum selesai, ini memperkuat kecurigaan bahwa ada persoalan terkait dengan pemilu itu," ujar Hasto di Gedung High End, Jakarta, Senin (19/2/2024).
Menurut Hasto, jika pemilu sudah berjalan sesuai koridor maka tak perlu adanya konsolidasi dengan partai.Â
Kalau sudah aman aman yakin dukungan rakyat seperti itu, ngapain harus dilakukan suatu langkah-langkah seperti itu," imbuh Hasto.
Sehingga pertemuan antara Jokowi dan Surya Paloh ini justru menunjukkan bahwa demokrasi dalam masalah besar.
"Tetapi ketika proses konsolidasi justru tetap dilakukan itu menunjukkan ada questionmark yang kemudian harus dijawab bersama-sama bahwa demokrasi kita sedang berada dalam masalah besar," sambungnya.
Â
Advertisement